Kamis, 31 Januari 2013

Bersama Tanteku yang nakal


Nafsu tante girang
Tante gila seks
Disini saya akan mengulas sedikit mengenai pengalaman pribadi saya sendiri, dan hal ini masih menghantui saya sampai cerita ini saya muat. Okey deh, saya perkenalkan diri dulu. Nama saya Bojach, atau biasa dipanggil Jach, tinggi badan 180 cm dengan kulit putih bersih, maklum peranakan atau istilahnya indo. Latar belakang keluarga saya adalah dari keluarga miskin, dimana saya sebagai anak sulung yang dapat dikatakan lain dari adik-adik saya.
Sebenarnya ayah saya asli orang Indonesia dan ibu juga, tapi dari cerita yang saya dapatkan dari kelurga, bahwa ibu saya pernah kerja di USA atau di Houston sebagai pembantu rumah tangga. Waktu itu ada pamilik yang tinggal di Huston memerlukan seorang pembantu untuk mengurusi anaknya. Pendek cerita ibu saya sudah 2 tahun di Huston mendapat masalah, dimana dia pernah diperkosa sama orang Bule di sana, dan karena sudah trauma dengan kejadian yang menimpanya, maka dia minta pulang ke Indonesia.
Sesampainya di Indonesia dia langsung mendapatkan jodoh, yaitu ayah saya sekarang, dan ternyata ibu saya telah hamil dengan orang Bule yang pernah memperkosanya. Itulah pendek cerita mengenai latar belakang saya, kenapa saya jadi keturunan indo.
Okey sorry terlalu panjang pendahuluannya, kita langsung saja ke ceritanya. Kejadian ini bermula dimana saya memiliki pacar yang sangat cemburu dan sayang sama saya, maka saya dianjurkan mengontrak rumah di rumah tantenya yang tentunya berdekatan dengan rumahnya. Saya bekerja di salah satu perusahaan Asing yang berkecimpung di Akuntan Public yang terkenal dan ternama, maka saya mendapatkan uang yang secukupnya untuk membiayai adik saya 5 orang yang sedang kuliah di Jakarta. Dan untung saja 3 orang masuk UI dan 2 orang masuk IPB, maka dengan mudah saya bayar uang semesterannya. Sedangkan saya sendiri hanya membutuhkan uang makan dan ongkos, dimana saya tinggal di kawasan Bogor yang terkenal dengan hujannya.
Setelah dua tahun saya mengontrak di rumah yang sampai sekarang juga masih saya tempati, terjadilah kejadian ini. Dimana waktu itu kelima adik saya pulang kampung karena liburan panjang ke Kalimantan, sedangkan saya yang kerja tidak dapat pulang kampung dengan mereka, maka tinggallah saya seorang diri di Jakarta. Waktu itu tepat hari Sabtu, dimana Om Boyke atau suami Tante Linda ini biasanya kerja pada hari Sabtu, maklum dia adalah pegawai swasta dan sering juga ke lapangan dimana dia bekerja di perminyakan di lepas pantai. Jadi waktu itu Om Boyke ke lapangan dan tinggallah Tante Linda sendirian di rumah.
Tante Linda telah menikah, tetapi sudah lama tidak mendapatkan anak hampir sudah 8 tahun, dan hal itu menjadi pertanyaan siapa yang salah, Tante Linda apa Om Boyke. Okey waktu itu tepatnya malam Sabtu hujan di Bogor begitu derasnya yang dapat menggoda diri untuk bermalas-malas. Secara otomatis saya langsung masuk kamar tidur dan langsung tergeletak.

Tiba-tiba Tante Linda memanggil, “Jach.. Jach.. Jach.. tolong dong..!”
Saya menyahut panggilannya, “Ada apaan Tante..?”
“Ini lho.. rumah Tante bocor, tolong dong diperbaiki..!”
Lalu saya ambil inisiatif mencarikan plastik untuk dipakai sementara supaya hujannya tidak terlalu deras masuk rumah. 10 menitan saya mengerjakannya, setelah itu telah teratasi kebocoran rumah Tante Linda.Kemudian saya merapikan pakaian saya dan sambil duduk di kursi ruang makan.
Terus Tante Linda menawarkan saya minum kopi, “Nih.., biar hangat..!”
Karena saya basah kuyup semua waktu memperbaiki atap rumahnya yang bocor.
Saya jawab, “Okelah boleh juga, tapi saya ganti baju dulu ke rumah..” sambil saya melangkah ke rumah samping.
Saya mengontrak rumah petak Tante Linda persis di samping rumahnya.
Tidak berapa lama saya kembali ke rumah Tante Linda dengan mengenakan celana pendek tanpa celana dalam. Sejenak saya terhenyak menyaksikan pemandangan di depan mata, rupanya disaat saya pergi mandi dan ganti baju tadi, Tante Linda juga rupanya mandi dan telah ganti baju tidur yang seksi dan sangat menggiurkan. Tapi saya berusaha membuang pikiran kotor dari otak saya. Tante Linda menawarkan saya duduk sambil melangkah ke dapur mengambilkan kopi kesenangan saya. Selang beberapa lama, Tante Linda sudah kembali dengan secngkir kopi di tangannya.
Sewaktu Tante Linda meletakkan gelas ke meja persis di depan saya, tidak sengaja terlihat belahan buah dada yang begitu sangat menggiurkan, dan dapat merangsang saya seketika. Entah setan apa yang telah hinggap pada diri saya. Untuk menghindarkan yang tidak-tidak, maka dengan cepat saya berusaha secepat mungkin membuang jauh-jauh pikiran kotor yang sedang melanda diri saya.

Tante Linda memulai pembicaraan, “Giman Jach..? Udah hilang dinginnya, sorry ya kamu udah saya reporin beresin genteng Tante.”
“Ah.. nggak apa-apa lagi Tante, namanya juga tetangga, apalagi saya kan ngontrak di rumah Tante, dan kebetulan Om tidak ada jadi apa salahnya menolong orang yang memerlukan pertolongan kita.” kata saya mencoba memberikan penjelasan.
“Omong-omong Jach, adik-adik kamu pada kemana semua..? Biasanya kan udah pada pulag kuliah jam segini,”
“Rupanya Tante Linda tidak tau ya, kan tadi siang khan udah pada berangkat ke Kalimantan berlibur 2 bulan di sana.”
“Oh.. jadi kamu sendiri dong di rumah..?”
“Iya Tante..” jawab saya dengan santai.

Terus saya tanya, “Tante juga sendiri ya..? Biasanya ada si Mbok.., dimana Tante?”
“Itu dia Jach, dia tadi sore minta pulang ke Bandung lihat cucunya baru lahir, jadi dia minta ijin 1 minggu. Kebetulan Om kamu tidak di rumah, jadi tidak terlalu repot. Saya kasih aja dia pulang ke rumah anaknya di Bandung.” jelasnya.
Saya lihat jam dinding menunjukkan sudah jam 23.00 wib malam, tapi rasa ngantuk belum juga ada. Saya lihat Tante Linda sudah mulai menguap, tapi saya tidak hiraukan karena kebetulan Film di televisi pada saat itu lagi seru, dan tumben-tumbennya malam Sabtu enak siarannya, biasanya juga tidak. Tante Linda tidak kedengaran lagi suaranya, dan rupanya dia sudah ketiduran di sofa dengan kondisi pada saat itu dia tepat satu sofa dengan saya persis di samping saya.

Sudah setengah jam lebih kurang Tante Linda ketiduran, waktu itu sudah menunjukkan pukul 23.35.
“Adth gimana ini, saya mau pulang tapi Tante Linda sedang ketiduran, mau pamitan gimana ya..?” kata saya dalam hati.
Tiba-tiba saya melihat pemandangan yang tidak pernah saya lihat. Dimana Tante Linda dengan posisi mengangkat kaki ke sofa sebelah dan agak selonjoran sedang ketiduran, dengan otomatis dasternya tersikap dan terlihat warna celananya yang krem dengan godaan yang ada di depan mata. Hal ini membuat iman saya sedikit goyang, tapi biar begitu saya tetap berusaha menenangkan pikiran saya.

Akhirnya, dari pada saya semakin lama disini semaking tidak terkendali, lebih baik saya bangunkan Tante Linda biar saya permisi pulang. Akhirnya saya beranikan diri untuk membangunkan Tante Linda untuk pulang. Dengan sedikit grogi saya pegang pundaknya.
“Tan.. Tan..”
Dengan bermalas-malas Tante Linda mulai terbangun. Karena saya dengan posisi duduk persis di sampingnya, otomatis Tante Linda menyandar ke bahu saya. Dengan perasaan yang sangat kikuk, tidak ada lagi yang dapat saya lakukan. Dengan usaha sekali lagi saya bangunkan Tante Linda.
“Tan.. Tan..”

Walaupun sudah dengan mengelus tangannya, Tante Linda bukannya bangun, bahkan sekarang tangannya tepat di atas paha saya.
“Aduh gimana ini..?” gumam saya dalam hati, “Gimana nantinya ini..?”
Entah setan apa yang telah hinggap, akhirnya tanpa disadari saya sudah berani membelai rambutnya dan mengelus bahunya. Belum puas dengan bahunya, dengan sedikit hati-hati saya elus badannya dari belakang dengan sedikit menyenggol buah dadanya. Aduh.., adik saya langsung lancang depan. Dengan tegangan tinggi, nafsu sudah kepalang naik, dan dengan sedikit keberanian yang tinggi, saya dekatkan bibir saya ke bibirnya. Tercium sejenak bau harum mulutnya.

Pelan-pelan saya tempelkan dengan gemetaran bibir saya, tapi anehnya Tante Linda tidak bereaksi apa-apa, entah menolak atau menerima. Dengan sedikit keberanian lagi, saya julurkan lidah ke dalam mulutnya. Dengan sedikit mendesah, Tante Linda mengagetkan saya. Dia terbangun, tapi entah kenapa bukannya saya ketakutan malah keluar pujian.
“Tante Linda cantik udah ngantuk ya..? Mmuahh..!” saya kecup bibirnya dengan lembut.
Tanpa saya sadari, saya sudah memegang buah dadanya pada ciuman ketiga.

Tante Linda membalas ciuman saya dengan lembut. Dia sudah pakar soal bagaimana cara ciuman yang nikmat, yaitu dengan merangkul leher saya dia menciumi langit-langit mulut saya. 10 menit kami saling berciuman, dan sekarang saya sudah mengelus-elus buah dadanya yang sekal.
“Ahk.. ahk..!” dengan sedikit tergesa-gesa Tante Linda sudah menarik celana saya yang tanpa celana dalam, dan dengan cepat dia menciumi kepala penis saya.
“Ahkk.. ah..!” nikmatnya tidak tergambarkan, “Ahkk..!”

Saya pun tidak mau kalah, saya singkapkan dasternya yang tipis ke atas. Alangkah terkejutnya saya, rupanya Tante Linda sudah tidak mengenakan apa-apa lagi di balik dasternya. Dengan agak agresif saya ciumi gunung vaginanya, terus mencari klistorisnya.
“Akh.. akh.. hus..!” desahnya.
Tante Linda sudah terangsang, terlihat dari vaginanya yang membasah. Saya harus membangkitkan nafsu saya lebih tinggi lagi.

30 menit sudah kami pemanasan, dan sekarang kami sudah berbugil ria tanpa sehelai benang pun yang lengket di badan kami. Tanpa saya perintah, Tante Linda merenggangkan pahanya lebar-lebar, dan langsung saya ambil posisi berjongkok tepat dekat kemaluannya. Dengan sedikit gemetaran, saya arahkan batang kemaluan saya dengan mengelus-elus di bibir vaginanya.
“Akh.. huss.. ahk..!” sedikit demi sedikit sudah masuk kepala penis saya.
“Akh.. akh..!” dengan sedikit dorongan, “Bless.. ss..!” masuk semuanya batang kejantanan saya.

Setelah saya diamkan semenit, secara langsung Tante Linda menggoyang-goyang pinggulnya ke kiri dan ke kanan. Tanpa diperintah lagi, saya maju-mundurkan batang kemaluan saya.
“Akh.. uh.. terus Sayang.., kenapa tidak dari dulu kamu puasin Tante..? Akh.. blesset.. plup.. kcok.. ckock.. plup.. blesset.. akh.. aduh Tante mau keluar nih..!”
“Tunggu Tante, saya juga udah mau datang..!”
Dengan sedikit hentakan, saya maju-mundurkan kembali batang kemaluan saya.

Sudah 15 menit kami saling berlomba ke bukit kenikmatan, kepala penis saya sudah mulai terasa gatal, dan Tante Linda teriak, “Akh..!”
Bersamaan kami meledak, “Crot.. crot.. crot..!” begitu banyak mani saya muncrat di dalam kandungannya.
Badan saya langsung lemas, kami terkulai di karpet ruang tamu.

Tante Linda kemudian mengajak saya ke kamar tamu. Sesampainya disana Tante Linda langsung mengemut batang kemaluan saya, entah kenapa penis saya belum mati dari tegangnya sehabis mencapai klimaks tadi. Langsung Tante Linda mengakanginya, mengarahkan kepala penis saya ke bibir vaginanya.
“Akh.. huss..!” seperti kepedasan Tante Linda dengan liarnya menggoyang-goyangkan pinggulnya.
“Blesset.. crup.. crup.. clup.. clopp..!” suara kemaluannya ketika dimasuki berulang-ulang dengan penis saya.

30 menit kami saling mengadu, entah sudah berapa kali Tante Linda orgasme. Tiba saatnya lahar panas mau keluar.
“Crot.., crot..!” meskipun sudah memuncratkan lahar panas, tidak lepas-lepasnya Tante Linda masih menggoyang pantatnya dengan teriakan kencang, “Akh..!”
Kemudian Tante tertidur di dada saya, kami menikmati sisa-sisa kenikmatan dengan batang kejantanan saya masih berada di dalam vaginanya dengan posisi miring karena pegal. Dengan posisi dia di atas, seakan-akan Tante Linda tidak mau melepaskan penis saya dari dalam vaginanya. Begitulah malam itu kami habiskan sampai 3 kali bersetubuh.
Jam 5 pagi saya ngumpat-umpat masuk ke rumah saya di sebelah, dan tertidur akibat kelelahan satu malam kerja berat. Begitulah kami melakukan hampir setiap malam sampai Om itu pulang dari kerjanya. Dan sepulangnya adik saya dari Kalimantan, kami tidak dapat lagi dengan leluasa bercinta. cerita seru ngentot hanya di ceritaserudewasa.info Begitulah kami hanya melakukan satu kali. Dalam dua hari itu pun kami lakukan dengan menyelinap ke dapurnya. Kebetulan dapurnya yang ada jendela itu berketepatan dengan kamar mandi kami di rumah sebelahnya.
3 bulan kemudian Tante Linda hamil dan sangat senang. Semua keluarganya memestakan anak yang mereka tunggu-tunggu 8 1/2 tahun. Tapi entah kenapa, Tante Linda tidak pernah mengatakan apa-apa mengenai kadungannya, dan kami masih melakukan kebutuhan kami.

Jumat, 11 Januari 2013

Ibu Kostku Kekasihku

foto telanjang | sma bugil
Ibu Kostku Kekasihku

Saya ingin menceritakan pengalaman saya waktu masih kuliah semester lima di Bandung sekitar 4 tahun yang lalu. Nama saya sebut saja Iwan dan berasal dari Jakarta dan waktu itu saya kos di dekat daerah Dago. Tempat kosnya lumayan bagus dan ibu kos saya waktu itu berumur sekitar 28 tahun. Suaminya sudah meninggal karena kecelakaan lalu lintas dan dia belum sempat dikaruniai anak. Untuk membiayai kehidupan sehari-harinya dia bekerja di salah satu bank swasta di Bandung.

Sebelumnya saya kos di daerah Cihampelas dan karena ribut dengan salah satu anak kos, saya coba cari tempat kos lain. Rumah kos baru ini saya ketahui dari salah seorang teman yang masih saudara sepupu ibu kos saya. Waktu pertama kali saya datang ke tempat kos, ibu kos saya (sebut saja namanya Rita) agak ragu-ragu karena dia sebenarnya berencana untuk menerima wanita. Maklum karena dia hanya tinggal sendiri ditemani seorang pembantu. Untung akhirnya Mbak Rita mau menerima saya karena tahu saya adalah teman dekat saudara sepupunya.

Sebagai gambaran, Mbak Rita tingginya 163 cm dengan wajah yang cantik. Kulitnya putih dan badannya juga sangat seksi dengan ukuran dada yang lebih besar dari umumnya wanita Indonesia. Belum lama saya tinggal di sana saya mulai tahu kalau Mbak Rita dibalik penampilan luarnya yang cukup alim, ternyata mempunyai libido seks yang cukup tinggi. Waktu itu saya sedang di rumah sendiri dan saya suruh pembantu untuk membelikan makanan di luar. Saya iseng dan masuk ke kamarnya serta membuka lemari pakaiannya. Di lacinya, di bawah tumpukan pakaian dalamnya ternyata terdapat dua buah vibrator yang mungkin sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Mbak Rita juga mempunyai beberapa pakaian dalam dan baju tidur yang sangat seksi. Hal ini sebenarnya sudah saya ketahui dengan memperhatikan pakaian-pakaian dalamnya bila dijemur di halaman belakang rumah.

Di rumaHPun Mbak Rita cukup bebas, dia hampir tidak pernah menggunakan bra bila di rumah walaupun dia tahu saya ada di rumah. Di balik baju kaos ketat atau baju tidur yang dikenakannya seringkali putingnya terlihat menonjol dan saya sendiri yang kadang-kadang risih untuk melihatnya. Kalau keluar kamar mandipun Mbak Rita biasanya hanya mengenakan handuk yang tidak terlalu besar dan dililitkan di badannya sehingga kemontokan buah dadanya dan kemulusan pahanya terlihat jelas.

Suatu pagi waktu saya sedang sarapan Mbak Rita masuk ke ruang makan sehabis melakukan senam aerobik di halaman belakang. Dia mengenakan baju senam berwarna merah muda dengan bahan yang cukup tipis tanpa lapisan dalam lagi. Karena bajunya basah oleh keringat, waktu dia masuk saya cukup kaget, karena buah dada dan putingnya terlihat jelas sekali di balik baju senamnya. Saya yakin dia sadar akan hal itu dan sengaja mengenakan baju senam itu untuk menggoda saya. Waktu saya menoleh ke dadanya, Mbak Rita langsung bertanya, "Hayo, lihat apa kamu?" Saya sendiri hanya tersenyum dan berkata, "Ngga lihat apa-apa kok, lagian Mbak pakai baju kok transparan betul sih?" Mbak Rita balik bertanya, "Memangnya kamu nggak suka lihat yang begini?". "Ya suka dong Mbak, namanya juga laki-laki". Waktu itu saya malu sekali dan mencoba untuk mengalihkan pembicaraan ke hal lainnya. Tetapi sepanjang sarapan harus diakui kalau saya berkali-kali mencoba untuk mencuri pandang ke arah dadanya.

Malam harinya ketika saya sedang nonton TV di ruang depan Mbak Rita menghampiri saya dengan menggunakan baju tidurnya yang berwarna putih. Dia ikut nonton TV, dan selang beberapa lama dia berkata kepada saya. "Wan, aku pegal-pegal semua nih badannya, mungkin karena aerobik tadi pagi. Bantu pijitin Mbak yah?" Dengan spontan saya berkata, "Boleh Mbak. Di mana?" "Ke kamar Mbak aja deh", katanya.

Sebenarnya saya sudah menunggu kesempatan ini sejak lama, tetapi memang karena saya orangnya pemalu, saya tidak pernah berani untuk mencoba-coba mengutarakan hal ini ke Mbak Rita. Saya mengikuti Mbak Rita ke kamarnya dan dia menyuruh saya duduk di tempat tidurnya. Mbak Rita kemudian mengambil baby oil dari laci sebelah tempat tidurnya dan memberikannya ke saya. Saya bilang kalau bajunya nanti kotor bila pakai baby oil. Tujuan saya sebenarnya adalah supaya Mbak Rita mau melepaskan baju tidurnya. Mbak Rita langsung mengangkat baju tidurnya di hadapan saya dan yang mengejutkan, dia hanya mengenakan celana dalam G-string berwarna putih yang tidak cukup untuk menutupi bulu kemaluannya yang lebat. Di kiri kanan celananya masih tampak bulu kemaluannya, Tubuhnya indah sekali, payudaranya besar dengan bentuk yang indah dan puting yang berwarna coklat kemerahan.

"Bagaimana Wan, menurut kamu badanku bagus?" Sayapun mengangguk sambil menelan ludah. Baru pertama kali ini saya melihat tubuh wanita dalam keadaan yang hampir telanjang bulat. Biasanya saya hanya melihat di film atau majalah saja (waktu itu belum ada internet seperti sekarang). Mbak Rita kemudian merebahkan badannya dan saya mulai memijitnya dari belakang setelah terlebih dulu mengoleskan baby oil. Luar biasa, kulitnya mulus sekali dan sekujur tubuhnya ditumbuhi oleh bulu-bulu halus yang menambah keseksiannya. Pada waktu saya memijit kaki dan pahanya, Mbak Rita membuka kakinya lebih lebar, dan saya dapat melihat kemaluannya yang tercetak jelas pada celana dalamnya yang kecil itu. Belum lagi bulu kemaluannya yang keluar dan menambah indah pemandangan itu. Saya terus memijiti paha bagian dalamnya dan saya sengaja untuk tidak sampai ke selangkangannya agar dia terangsang secara perlahan-lahan. Mbak Rita mengeluarkan lenguhan-lenguhan lembut dan saya tahu dia menikmati pijitan saya. Kakinya juga dibuka lebih lebar dan mengharapkan tangan saya menyentuh kemaluannya. Tetap saja saya sengaja untuk tidak menyentuh kemaluannya. Dari kemaluannya sudah mulai keluar sedikit cairan yang membasahi celana dalamnya. Saya tahu kalau dia sudah terangsang.

Saya minta Mbak Rita membalikkan badannya. Dia langsung menurut dan saya usapkan baby oil di dada dan perutnya. Payudaranya cukup kenyal dan waktu saya memainkan jari-jari saya di putingnya dia menutup matanya dan terlihat benar-benar menikmati apa yang saya lakukan. Kemudian Mbak Rita bangun dan meminta saya membuka pakaian saya. Dia berkata kalau dia sudah benar-benar terangsang dan sejak kematian suaminya dia tidak pernah tidur dengan seorang priapun. Aku minta Mbak Rita yang melucuti pakaianku. Dengan cepat Mbak Rita membuka baju kaos yang aku kenakan dan kemudian celana pendek dan celana dalamku. "Kamu juga sudah terangsang yah Wan?". "Iya dong Mbak, dari tadi juga sudah berdiri begini", kataku sambil tertawa. Mbak Rita kemudian memegang kemaluanku dan mulai melakukan oral seks kepadaku. Terus terang itu adalah pertama kali seorang perempuan melakukan hal itu kepada saya. Waktu SMA saya pernah punya pacar tapi kami tidak pernah melakukan hal-hal sejauh itu. Paling-paling juga kami hanya berpegangan tangan dan berciuman. Mbak Rita ternyata ahli sekali dan saya merasakan kenikmatan yang luar biasa.

Selang beberapa lama kemudian, Mbak Rita melepaskan celana dalamnya dan menyuruhku tiduran di ranjang dan dia naik di atasku. Kakinya dibuka lebar di atas kepalaku sambil lidahnya menjilati kemaluanku. Pinggulnya diturunkan dan kemaluannya hanya beberapa senti di atas mukaku. Sungguh pemandangan yang sangat indah. Langsung saja aku menjilati kemaluan dan clitorisnya dari bawah. Ternyata rasanya tidak jijik seperti yang aku bayangkan sebelumnya. Cairannya sedikit asin dan tidak berbau. Aku tahu kalau dari kesehariannya yang resik, Mbak Rita pasti juga rajin menjaga kebersihan kemaluannya.

Aku terus menjilati kemaluannya dan mulai memberanikan diri menjilati bagian dalamnya dengan membuka kemaluannya dengan jariku lebih lebar. Mbak Rita sangat menikmati dan dia juga menjilati kemaluanku dengan lebih ganas lagi. Kemudian dia bangun dan memintaku memasukkan kemaluanku ke dalam punyanya. "Ayo dong Wan, aku sudah tidak tahan lagi nih". Aku bilang kalau aku belum pernah melakukan hal ini dan Mbak Rita berkata, "Kamu tiduran saja, nanti Mbak akan mengajari kamu." Kemudian Mbak Rita duduk di atasku dan dengan perlahan memasukkan kemaluanku. Rasanya nikmat sekali dan Mbak Rita mulai menggoyangkan pinggulnya. Aku memejamkan mataku dan berpikir kalau beginilah rasanya berhubungan dengan wanita. Kalau sebelumnya hanya imajinasi semata, sekarang aku merasakan bagaimana nikmatnya berhubungan dengan wanita secantik Mbak Rita.

Malam itu kami berhubungan badan dua kali. Setelah kami selesai yang pertama, Mbak Rita mengajak saya mandi dan kemudian mengganti sprei dengan yang baru karena kotor oleh keringat dan baby oil yang digunakan tadi. Kemudian kita lanjut lagi dan mencoba melakukan gaya-gaya lainnya.

Setelah kejadian malam itu, Mbak Rita sering mengajak saya tidur di kamarnya dan hubungan seks di antara kami menjadi hal yang rutin kami lakukan. Mbak Rita juga suka mengajak saya melakukannya di seluruh bagian rumah, dari ruang tamu sampai halaman belakang. Biasanya bila melakukan di luar kamar, kami melakukannya malam hari setelah pembantu tidur. Pernah sekali pembantu rumah memergoki kami di ruang tengah waktu dia mau mengambil minuman di dapur. Cepat-cepat dia memalingkan muka dan balik ke kamarnya. Setelah itu dia tidak pernah lagi keluar malam-malam dan itu lebih membuat kami lebih bebas melakukannya di rumah. Sewaktu pembantu mudik pada saat lebaran kami menghabiskan waktu di rumah tanpa mengenakan pakaian selembarpun. Mbak Rita yang mengusulkan hal itu dan begitu sampai di rumah Mbak Rita langsung melucuti semua pakaian yang dikenakannya.

Saya juga mulai sering pergi dengan Mbak Rita dan waktu itu hubungan kami sudah layaknya seperti orang pacaran. Diapun sudah tidak mau lagi disapa dengan Mbak dan dia minta saya memanggilnya dengan nama depannya sendiri. Dia juga tidak mau lagi menerima uang kos dari saya dan uang kiriman orang tua dapat saya gunakan untuk bepergian dengan dia. Satu hal yang saya ingin ceritakan, dia jarang sekali mengenakan celana dalam bila pergi keluar rumah, kecuali kalau ke kantor. Pernah juga beberapa kali saya minta dia ke kantor dengan tidak mengenakan celana dalam di balik roknya dan dia menuruti. Kalau saja karyawan laki-laki di bank tempat dia bekerja tahu kalau di balik roknya yang lumayan pendek itu tidak ada apa-apa lagi.. Kalau bra, biasanya dia kenakan karena bila tidak akan terlihat jelas dan dia risih bila banyak mata lelaki yang memandang ke arah dadanya.

Hubungan kami masih berlangsung sampai sekarang walaupun orang tuaku tidak menyetujui karena usianya yang jauh lebih tua dan statusnya yang janda. Saya sekarang bekerja di Jakarta dan bila akhir pekan saya selalu menghabiskan waktu saya di Bandung. Rencananya akhir tahun ini kami akan menikah walaupun orang tua saya tidak menyetujui.

Rezeki Nomplok


Semasa SMU aku dikenal sebagai kutu buku yang bercita-cita tinggi, yang tak bisa memegang bola basket, minder terhadap urusan cewek dan tak punya pacar. Sehingga hampir setiap sabtu teman-teman melantunkan lagu Koes Plus untukku, "Sabtu malam kusendiri..." Namun ketika kami mengadakan reuni sepuluh tahun kemudian, ternyata teman-temanku justru terlihat seperti suami yang hidup di bawah bayang-bayang istri dan mertua, sedangkan aku justru mendapat pengalaman-pengalaman seks yang berkesan.

Tanpa sepengetahuan mereka, pengalaman pertamaku terjadi justru ketika aku masih mereka kenal sebagai kutu buku. Berawal dari kepindahan tugas ayahku ke kota lain, aku si rangking satu di sekolah diminta kepala sekolah untuk tidak ikut pindah dan menyelesaikan sekolahku di SMU itu, karena ada undangan dari Perguruan Tinggi Negeri ternama di Indonesia agar rangking pertama dari SMU-ku kuliah di sana. Demi masa depan, orang tuaku setuju dan menitipkanku di rumah temannya yang kebetulan anaknya, Budi, adalah teman sekelasku, sehingga aku menghabiskan kelas tiga SMU seribu kilometer jauhnya dari keluarga yang kucintai.

Kamar kost-ku tidak berada di ruang utama bangunan, tetapi cukup strategis untuk memonitor penghuni dan tamu yang keluar masuk rumah itu. Malam minggu itu seluruh keluarga temanku menghadiri pesta pernikahan sepupunya, meninggalkan aku si kutu buku asyik belajar sendiri. Untuk menghilangkan kantuk, aku menuju dapur di bangunan utama bermaksud membuat secangkir kopi dan semangkok mie instan. Tiba-tiba terdengar pintu pagar terbuka, rupanya Yumul, adik Budi, pulang lebih awal ditemani pacarnya Wadi. Mereka sudah pacaran setahun lebih dan kelihatannya telah direstui oleh kedua orang tuanya, karena Wadi meskipun baru berusia 21 tahun tetapi sudah hampir menyelesaikan kuliahnya dan Yumul berusia 17 tahun menjelang kelas tiga SMU.

"Tuh liat, kamarnya si kutu buku lagi terang. Seperti biasa, paling-paling dia lagi asyik ngapalin rumus-rumus yang njelimet, jadi kita aman di sini," terdengar suara Yumul. Selang beberapa menit setelah mie dan kopiku siap hidang, aku beranjak menuju kamarku, namun aku terkesima karena di ruang tamu kulihat pemandangan yang jauh berbeda dengan rumus matematika yang sedang berputar di otakku. Yumul sedang merem-melek karena buah dadanya sedang dikulum Wadi. Karena khawatir mereka tahu kehadiranku bila kuteruskan langkahku maka aku berhenti, dan dengan hati berdegup terpaksa kuikuti lakon itu. Wadi terus menghisap kedua puting dari bukit mini namun ranum langsat, sembari tangannya menyusup ke dalam gaun pesta Yumul, dan seketika membuat Yumul menggeliat lirih, "Aahh.. uhh.." Berdasarkan ilmu biologi, jari tangan Wadi menemukan klitoris sensitif Yumul.

Sambil mendesah, tangan Yumul mencoba melakukan serangan balasan dengan mencari persembunyian meriam Wadi, meskipun harus bersusah payah melepas ikat pinggang, membuka reitsleting, memelorotkan celana panjang dan menyusup ke dalam benteng terakhir celana dalam. Wadi yang sudah tahu arah serangan, tetap saja tersentak dan mengerang sambil menekan pantatnya ke depan. Yumul terlihat lebih cekatan, mengeluarkan meriam Wadi dan mengulumnya hingga menekan tenggorokan. Wadi yang sempat terkesima sesaat, tergopoh-gopoh menyusun posisi untuk dapat memelorotkan celana dalam Yumul dan melahap kemaluan yumul dengan rakus sambil jari tengahnya merogoh ke dalam liang kewanitaan Yumul. Sambil berbaring mereka membentuk posisi enam sembilan dan terdengar duet alunan merdu. "Mmmh.. nyam-nyam.. sluurrp.. yessshh.."

Setelah merasa puas tiba-tiba Wadi berdiri, dan Yumul bagai telah hapal akting selanjutnya, juga ikut berdiri. Mereka berdekapan erat, berpagutan bibir, dan menggoyangkan pantat saling bertabrakan. "Astaga, mereka bersengggama," pikirku sambil menelan ludah dan mengusap keringat saking menghayati ketegangan adegan.

Entah telah berapa puluh kali mereka saling menghunjam, tiba-tiba kudenggar Yumul berkata lirih, "Mas, kali ini dimasukkin beneran yach, jangan cuma dioles-oles."
"Kamu nggak takut," tanya Wadi dan dijawab dengan gelengan kepala Yumul.
"Nanti kamu nyesel," tanya Wadi dan sekali lagi Yumul menggeleng sambil berkata, "Khan kata Papa kita akan menikah dua tahun lagi, yang penting jangan sampai hamil dulu."
Wadi menghentikan goyanganny` dan menatap Yumul dalam-dalam, "Jangan sekarang, kita beli kondom dulu."
Yumul menggelayut manja dan merengek, "Yumul nggak tahan, pinginnya sekarang, nanti maninya mas jangan dikeluarin di dalam tapi di luar saja, seperti biasa."
Meskipun adegan makin menegangkan, namun aku menghela napas lega, "Ah syukurlah, mereka belum bersenggama, tapi mereka akan... bagaimana cara mencegahnya?" Pikiranku buntu untuk bisa menghentikan mereka, karena jantungku terlalu kencang berdegup tak memberi kesempatan otakku berputar, sedangkan ujangku ikut-ikutan tegang tanda setuju adegan selanjutnya.

Nun jauh disana, Wadi telah menidurkan Yumul di atas karpet, Yumul membuka gerbang kangkangan kaki, dan laras torpedo Wadi mulai diarahkan, perlahan maju, mendekati liang, menempel dan.. tiba-tiba Wadi menghentikan gerakannya, menatap Yumul, sambil menelan ludah berkata, "Sebaiknya Kamu yang di atas, biar menekannya hati-hati, biar nggak terlalu sakit, soalnya kata orang hubungan yang pertama sakit buat perempuan." Yumul yang sedari tadi memejamkan mata menghitung mundur saat terobosan pertama, kaget dan menjawab, "Yumul sudah merasakan sakitnya waktu Mas memasukkan jari ke memek Yumul." Wadi belum mengerti maksudnya tapi kurang lebih Wadi harus tetap di atas dan menekan meriamnya ke dalam liang kewanitaan Yumul. Maka sekali lagi Wadi mengambil ancang-ancang, meluruskan, perlahan menekan dan akhirnya... "Kriingg..." suara telepon berdering, Wadi dan Yumul terkejut dan setelah sadar itu suara telepon mereka saling tersenyum, "Oo cuma telepon.. tapi bagaimana kalau si kutu buku mendengar dering telepon dan datang ke sini mau ngangkat telepon? Cepat Mas angkat dulu teleponnya biar nggak berdering terus," Kata Yumul. Dengan mengendap Wadi mengangkat telepon, sesaat wajahnya serius, menutup telepon, sekonyong-konyong mengenakan kembali celana dan pakaiannya dan tergesa-gesa berkata, "Aku harus pergi, Mama sakit keras.." seraya menuju pintu keluar. Yumul yang berharap dapat melanjutkan adegan penerobosan pertama hanya terbengong tanpa sempat melakukan sesuatu kecuali mengucapkan, "Salam buat Mama, semoga lekas sembuh!"

Terkesima oleh pembatalan sepihak yang dilakukan sekejap, Yumul hanya dapat memandangi tubuhnya yang telah bugil. Perlahan tangannya membelai bibir kemaluannya seolah membujuk agar tidak sedih. Lalu Yumul memutuskan untuk menghibur diri dengan mempermainkan klitorisnya sendiri. Aku yang merasa drama telah berakhir bermaksud menyelinap ke kamarku, namun Yumul menangkap ada gerakan di dekat dapur. Sambil menutup tubuh seadanya ia menghampiri dapur dan memergokiku berdiri di sana. Yumul kaget dan terpaku, akupun gemetar tak mampu mengucap maaf. Antara malu, menangis, marah dan tertawa Yumul berkata, "Bang Obi dari tadi melihat kami?" Aku menunduk, tak berani menatap dan berkata lirih, "Maaf..." Sejenak hening, lalu tiba-tiba Yumul tesenyum simpul, "Hi, ada burung apa di celana Bang Obi.." Rupanya meriamku belum turun dan menyembul diantara celana hawaiku, karena memang kebetulan aku tidak pernah memakai celana dalam bila menjelang tidur. Belum hilang kagetku, tiba-tiba Yumul maju menangkap burungku dan mengelus, sementara aku tak bisa mundur meskipun ingin, karena kakiku terlalu gemetar.

Melihat aku tak berdaya bagai patung, Yumul memelorotkan celanaku sehingga burungku tak bersangkar lagi, dan seperti telah kulihat sebelumnya, Yumul mulai menjilati dan mengulum batang kejantananku. Aku semakin gemetar dan gagu serta tak mampu menghindar dari wanita birahi yang belum sempat terlampiaskan dengan Wadi. Yumul menarik pundakku turun lalu mendorong untuk merebahkanku. Di hadapanku terpampang gadis manis berambut ikal yang selama ini hanya kukenal keayuan wajahnya, kini memamerkan kemulusan tubuhnya. Lehernya yang jenjang menyatu dengan pundaknya yang lebar. Sembulan dua gunung kecil dengan puting centil merah muda, padat menantang selaras lekukan pinggul. Bulu-bulu halus di selangkangannya tak mampu menyembunyikan bibir tebal liang kewanitaannya dan mancungnya klitoris yang masih sedikit memerah akibat gesekan meriam dan jari Wadi.
Bidadari 17 tahun itu melangkahkan kaki jenjangnya berdiri mengangkangiku dan perlahan turun. Sambil memegang batang kejantananku Yumul meluruskan liang kewanitaannya. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Yumul langsung menekan.., "Blesss..." mulai terjadi penetrasi, aku merasakan sempit dan seretnya. "Yumul.." hanya itu yang keluar dari mulutku tak tahu apa lanjutan kalimatnya. Yumul berhenti sejenak, mengatupkan mulutnya rapat-rapat, sedikit menutup matanya. Antara nikmat dan sakit, perlahan Yumul menekan lebih dalam..., "Blesss..." aku merasakan batang kejantananku didekap dan diremas hangat oleh liang kewanitaannya. Yumul berhenti lagi sejenak, menengadahkan wajahnya sambil menggigit bibirnya sendiri dan memejamkan mata. Lalu kembali perlahan Yumul menekan..., "Blesss..." terus menekan perlahan hingga selangkangan kami beradu, Yumul menghentikan tekanannya. Ah, burungku telah bersangkar di dalam liang kewanitaan Yumul dan merasakan pijatan dinding kewanitaannya. Yumul menatapku sambil tersenyum, akupun berusaha tersenyum sementara detak jantungku sudah tak beraturan dan keringatku mengalir dimana-mana.

Yumul menggoyangkan pantatnya kekiri kekanan dan berputar, stress-ku mulai mengendur dan mulai merasakan nikmatnya pijatan nikmat terhadap batang kejantananku. Lalu perlahan Yumul menaikkan dan menurunkan kembali pantatnya, semakin lama semakin cepat. Berulang naik turun, kiri kanan, berputar. Ketika melihat senyumnya yang menandakan kepuasannya, tanpa sadar akupun ikut menaikturunkan pantatku seirama dengan gerakannya. "Uhhh, mentok Bang.. enaak." Karena batang kejantananku memang sudah tegang lama, maka tak lama kemudian kurasakan sesuatu mendesak untuk dimuncratkan. "Uhh.. aku mau keluar Yumul, uhh.." kataku tak jelas. "Iya.. hh.. tapi.. hh.. jangan dulu Bang, hh.. tunggu Yumul, hh.. nanti dikeluarinnya Bang.. hhh diluar saja.." kata Yumul sambil mempercepat goyangannya. Aku tak tahu bagaimana cara menahan pancaran yang siap mendesak keluar, hingga akhirnya, "Aaahh..." dan "Crottt.. crottt.." aku mengeluarkan maniku di dalam liang kewanitaan Yumul. Meskipun tahu aku sudah ejakulasi, Yumul terus bergoyang, seolah tak peduli atau mungkin karena iapun sedang menuju puncak. Tiba-tiba Yumul berteriak panjang dan keras sekali, "Aaahhhww..." dan terkulai lemas di atasku. "Sssttt.." kataku, karena takut terdengar entah oleh siapa.

Tanganku yang sedari tadi berperan sebagai penonton, memberanikan diri mendekapnya dan beberapa saat kami berpelukan erat. Aku penasaran dan tak menyia-nyiakan kesempatan untuk meraba buah dadanya, dan Yumul sedikit mengangkat badannya memberi kesempatan dan ruang gerak bagi tanganku agar leluasa meremas dan bahkan mempermainkan putingnya. Dan mulutku tak mau ketinggalan jatah, ikut mencium, mengulum dan mengisap puting yang baru mekar di bukit yang kenyal. Sementara dibagian bawah, batang kejantananku terus bersangkar di dalam liang kewanitaan Yumul, namun semakin lama semakin lunglai dan akhirnya keluar dari lubangnya, "Plup.."

Yumul menatapku dan berkata, "Bang Obi, tadi ngeluarinnya di dalam yaa.."
Aku mengangguk pelan.
"Bagaimana kalau Yumul hamil, Bang?" tanyanya.
"Yumul tetap dalam posisi tegak atau di atas, dan biarkan maniku mengalir keluar kemaluanmu sesuai gravitasi bumi," entah teori apa yang kukatakan tapi Yumul menurut.
Setelah Yumul yakin bahwa maniku telah keluar semua ia beranjak dan berkata, "Kalau Bang Obi melaporkan hubunganku dengan Mas Wadi yang sudah cukup jauh, Yumul juga akan laporkan pada orang tua Bang Obi dan Guru bahwa Bang Obi telah menggauli Yumul, dan masa depan kita sama-sama hilang," Yumul setengah mengancam dan segera beranjak dari tubuhku.

Yumul memperhatikan betapa banyak semprotan yang keluar dari liang kewanitaannya dan betapa banyak maniku yang mengalir kembali keluar dari liang kewanitaannya dan membasahi batang kejantananku. Selintas Yumul tersenyum namun tiba-tiba ia terkejut karena di batang kejantananku ada darah merah cukup banyak. "A..Aku masih perawan?!, oh.. kukira aku sudah tidak perawan karena tusukan jari Mas Wadi." ia tampak menyesal dan segera meraih gaun pesta, celana dalam dan bra-nya serta berlari menuju kamarnya. Sayup-sayup terdengar gemercik air siraman mandi Yumul, lalu senyap.

Ketika keluarganya pulang dari undangan, aku sedang membersihkan keringat, bercak-bercak mani dan darah yang berserakan di lantai. Kukatakan bahwa mie instanku tertumpah. "Yumul sudah tidur, tadi pulang diantar Mas Wadi," kataku ketika mereka menanyakan Yumul.

Keesokan harinya kudengar Yumul seharian mengurung diri di kamarnya dan hanya sesekali keluar untuk makan. Karena aku memang jarang ngomong sama Yumul tak ada yang curiga kalau Yumul sama sekali enggan ngomong denganku. Aku menyesal telah membuat Yumul menjadi pendiam dan aku berdoa agar dia dapat ceria kembali. Rupanya doaku terkabul. Tiga minggu kemudian kulihat ia sangat ceria, dan pada suatu kesempatan ia menghampiriku. "Maafkan Yumul ya Bang dan Bang Obi juga sudah Yumul maafka," bisiknya mesra. "Koq?" aku tulalit. Seolah mengerti maksud pertanyaanku, Yumul menjawab, "Aku telah bersetubuh dengan Mas Wadi, dan dia yakin bahwa perawanku telah hilang saat dia masukkan jarinya padaku, dan keluargaku yakin murungku selama ini adalah karena mamanya mas Wadi diopname, jadi masa depanku cerah lagi." Hanya itu yang dikatakan dan ia berlalu dengan ceria, gaya manja khas belia 17 tahun.

Pertama Dengan Nyai Elis


Terus terang, semuanya terjadi secara tidak sengaja. Pada waktu itu aku membeli buku tentang indera ke-enam atau “bawah sadar”, tadinya sekedar iseng waktu berada di suatu toko buku. Inti buku itu mengajarkan begini. Kalau kita menginginkan sesuatu maka kita harus mencoba menvisualisasikannya.. Suatu saat apa yang kita visualisasikan itu akan terjadi, akan terlaksana. Mimpi? Bukan. Sebab untuk mencapai indera ke-enam seseorang justru tidak boleh tertidur, tetapi perlu menurunkan gelombang listrik di-otaknya dari gelombang beta menjadi alfa. Caranya? Gampang sekali.. Kita cukup memejamkan mata, membayangkan menuruni tangga spiral dengan minimal 10 gigi. Saat anda membayangkan ini, gelombang listrik di otak anda akan menurun frekuensinga dari 13 cycle atau lebih perdetik, menjadi 8-13 cycle per detik. Kelihatannya mudah tetapi butuh latihan, jadinya ya sukar.. He. He.. Nah di saat itulah kita memasuki bawah sadar (unconsciousness)

Apa keinginnan saya? Lha ini yang kurang ajar. Aku ingin nangkring di tubuh Nyai Elis (waktu muda panggilannya Neng Elis). Nyai Elis adalah ibu kostku. Kenapa Nyai? Pertama, kemungkinan hamil nol persen. Pada usia 48 tahun biasanya wanita sudah masuk masa menopause. Yang kedua, ditanggung bersih, sehat tak mungkin kena penyakit “kotor” seperti gonorrhoe, syphilis, HIV dsb. Yang ketiga, gratis tidak perlu bayar, karena sama-sama menikmati. Untuk wanita, bersebadan dengan orang usia lebih muda akan menambah hormon estrogen, hormon khas wanita. Kalau wanita kekurangan hormon ini akan menderita osteoporosis, yaitu tulang menjadi rapuh, mudah patah.

Meskipun sudah kepala empat, tapi jangan meremehkan kecantikannya. Wajah Nyai masih terlihat ayu. Kulit kuning langsat, tubuh langsing semampai. Secara legendaris, wanita sunda sangat rajin memelihara wajah dan tubuhnya. Mandi lulur sudah seperti prosedur tetap mingguan. Membedaki wajah dengan berbagai ramuan menjadi rutinitas harian. Itu sebabnya tidak hanya wajah dan tubuhnya yang mengesankan. Bau badannya juga sedap dengan aroma lembut. Lalu kalau mau tahu seperti siapa? Seperti siapa ya..? Nah kira-kira seperti itu.. Diana Lorenza, janda beranak satu dari Heru Kusuma.

Sudah tiga tahun aku tinggal di kost milik keluarga Padmadireja (suami Nyai Elis), pensiunan wedana di salah satu kabupaten di Jawa Barat. Keluarga Pak Padma-Nyai Elis ini mempunyai putera dua orang, semua sudah berkeluarga dan tinggal di Jakarta. Tinggalah BapakĂ‚–Ibu semang kostku ini dibantu seorang PRT dan seorang supir. Semua karyawan ini pulang sore.

Sudah seminggu aku latihan meditasi, belum ada hasil. Tambah tiga hari lagi, meskipun hampir putus asa. Tiba-tiba.., pada hari ke sebelas..

Malam itu sudah pukul 10, pintu kamarku diketuk orang.

“Mas Agus.. Mas Agus”
“Ya.. Nyai”
“Tolong kerokin ibu sebentar ya..”

Pucuk dicinta, ulam tiba, burung dahaga, apem menganga.., hatiku berjingkrak bukan main.

“Sebentar Bu, saya ganti pakaian dulu”

Kamar-kamar yang dipakai kost letaknya di belakang rumah utama, dipisahkan oleh satu kebun kecil. Ada enam kamar, membentuk huruf U mengelilingi kebun. Masing-masing kamar berpenghuni satu orang. Kebetulan waktu itu masa liburan, namun karena aku harus mengejar “deadline” penyelesaian skripsi, terpaksa aku tidak dapat mudik. Hiya khan, masak sudah jadi mahasiswa PTN terkenal seantero dunia rela di-DO.

Singkat cerita aku sudah duduk di tepi tempat tidur di kamar Nyai. Duduk dengan bersimpuh, ya.. seperti “pengerok” professional itu. Badan Nyai dalam posisi tengkurap di depan saya. Punggungnya yang putih, mulus tanpa penutup apapun. Hanya tali BH sudah dilepas, tetapi buah dadanya masih sedikit terlihat, tergencet di bawahnya.. Leher Nyai terlihat jenjang, putih, dengan rambut yang panjang sampai ke pinggang, disibakkan ke samping. Punggung ke bawah ada sejenis kain sarung yang diikatkan sekenanya secara longgar. Ke bawah, kain itu hanya menutupi sampai lipatan lutut. Di bawahnya betis yang halus, kencang.

Wajah Nyai menghadap ke samping di mana saya duduk. Sesekali meraba lutut saya, entah apa maksudnya. Pemandangan ini mampu dan makin mengeraskan burungku yang sejak dari kamar tidurku mulai melongok, eh.. bangun menggeliat (Jawa: ngaceng). Dalam waktu 15 menit seluruh punggung Nyai sudah aku keroki. Suasana sekitar kamar hening, hanya degub jantungku yang makin mengeras.

Burungku, pelan tapi pasti makin menegang juga. Aku diam, Nyai juga demikian. Mau ngomong apa aku? Bicara tentang Pak Padma..? Ah sama aja bicara tentang kompetitor. Toh malam ini aku yang akan menjadi “Mas Padma”, akan menumbuk padi di lumbung Nyai. Mau ngomong anak-anak Nyai? Yang akan ditengok Pak Padma yang sore tadi berangkat? Ngapain toh sebentar lagi aku akan menganggap Nyai ini ibarat pacarku.

“Pinggangnya juga ya Mas..”
“Ya.. Ya.. Bu..”, jawabku seperti terbangun dari lamunan berahi.

Aku tarik kain yang menutupi pinggang Nyai. Ya ampun.. Rupanya Nyai sudah melepas celana dalamnya. Kini di depan mataku ada pemandangan yang.. Waduh.. Ada gambaran parit sempit di tengah tulang pinggang memanjang ke bawah.. Terus.. Ke bawah, berujung di satu celah sempit di antara dua bukit pantat yang putih padat.. Menggemaskan.. Aku bayangkan.. Apa yang ada di depan pantat itu..

Tiba-tiba Nyai membalikkan badannya..

“Depan ya Mas..”

Dengan mata terbelalak kaget, kini aku melihat pemandangan yang luar biasa, yang belum pernah kulihat selama 24 tahun berada di kolong langit. Seorang wanita dengan kulit langsat telanjang bulat, dengan lingkaran perut pinggang ramping, buah dada masih lumayan besar, meskipun sudah rebah ke samping. Di tengan buah dada yang ber “pola” tempurung, terlihat puting besar warna hitam dikelilingi area hitam kecoklatan.. Di bawah pusar ada rambut yang mula-mula jarang tetapi semakin ke bawah semakin lebat, sepeti gambaran menara “Eiffel” dengan ujung runcingnya menuju pusar.. Di pangkal tumbuhnya rambut terdapat gundukan vagina yang pinggir kiri dan kanannya tumbuh rambut, bak gambaran hutan kecil.. Ampun mana tahan.. Mau pecah rasanya penisku menahan tekanan akumulasi cairan di pembuluh darah penisku.

“Nyai Aku nggak tahan lihat begini..?”
“Maksudnya, Mas Agus sudah capai..?”
“Enggak Nyai.. Burung saya sudah.. Nggak bisa.. Nggak bisa.. Saya nggak tahan lagi..!”
“Lho, kok baru bilang sekarang.. Ayo naik..”, sambil berkata demikian tangan kanannya melambai, mempersilakanku menaiki perutnya..

Seperti kucing kelaparan, aku segera mengangkangi perut Nyai, aku mau mencium pipinya, lehernya, mau melumat bibirnya. Tetapi gerakanku membungkuk terganjal burungku yang keras dan sakit waktu tertekuk. Malah ketika kupaksakan dan terus tertindih perutku, pertahanan katupnya jebol. Karena tiba-tiba.., crut.. crut.. crut.. Dari burungku tersembur, memancar air mani, yang disertai rasa nikmat. Ejakulasi!! Semburan air maniku mengenai dada Nyai, leher dan perutnya.

Setelah menyembur, burungku sedikit kendur, aku peluk leher Nyai, aku kulum dengan berapi-api bibirnya. Rupanya Nyai merespons dengan penuh gairah juga. Aku gigit dengan lembut bibirnya, sesekali aku sedot lidahnya. Lima menit lamanya, baru aku tersadar.

“Maaf Nyai, air mani saya tadi..”
“Ah, nggak apa-apa, itu tandanya Mas Agus masih “jejaka ting-ting”, nanti sebentar juga bangun lagi.”, sambil berkata demikian, Nyai mencium lagi bibirku. Tentu saja aku membalasnya dengan lebih bernafsu.

Kecuali bibirku melumat bibir Nyai, tanganku juga meraba buah dada Nyai. Memang sudah tidak gempal, tapi masih “berisi” 80 persen. Kedua tanganku masing-masing meraba, memeras-meras, memilin-milin puting Nyai. Kadang saking gemasnya cengkeraman tanganku ke buah dadanya agak keras, menyebabkan Nyai meringis menggeliat. Begitu juga bila puting Nyai aku pilin agak kuat, nyai bereaksi..

“Enak, enak.. Tapi sakit Mas.. Jangan keras-keras.. Yang (maksudnya Sayang)..”

Tanpa terasa saat aku menggulati tubuh Nyai, mendekami dada, perut, menekan vagina Nyai dengan penisku, terasa burungku mulai menggeliat lagi. Makin lama makin keras.

“Nyai.. Burung saya.. Nyai mau.. Lagi..?”
“Nah, apa khan.. saya bilang, ayo.. lagi, tapi ‘ntar.. Yang, aku bersihkan badanku dulu ya.. ya..”

Nyai masuk ke kamar mandi dalam di ruang tidur. Keluar dari kamar rambutnya terlihat sedikit basah, sebagian terjurai di lengan. Ya.. Tuhan.. Cantik sekali dewi ini..

Aku pun juga masuk juga ke kamar mandi, membersihkan bagian badan yang terkena air mani. Keluar dari kamar mandi dalam keadaan telanjang bulat, terlihat burungku tegak, keras mendongak ke atas membentuk sudut 45 derajat dengan garis horizontal. Batangnya besar, warna kehitaman dengan tonjolan pembuluh darah membujur, sebagian melintang. Seperti tongkat ukiran. Ujungnya, gland penis, besar, kemerahan, membentuk topi baja yang mengkilat. Antara gland penis dan batang terlihat leher penis yang dangkal. Rasanya aku mau berkelahi dengan membawa senjata golok.

Waktu Nyai melihat aku dan memperhatikan penisku..

“Hei.. Gede buanget.. Hebat buanget.. Pasti nikmat buanget..” Aku menyahuti tiruan iklan itu, dengan meletakkan ibu jari tangan kananku di depan bibirku..
“Sssstt..” Tentu saja Nyai senyum atas jawaban spontanku.

Langsung akau naiki perut Nyai. Dengan lutut menahan badan, aku sedikit menunduk, memegang penisku. Segera kumasukkan ke liang vagina Nyai. Aku takut kalau nanti terlambat masuk ke vagina, maninya tersembur lagi keluar. Nyai maklum juga kelihatannya. Kupegang penisku, kepalanya kuhadapkan di depan vagina Nyai, lalu kudorong masuk. Bless.. Lega sekali rasanya. Kalau nanti muncrat, ada di dalam liang vagina Nyai..

Lalu aku rebahkan tubuhku ke depan dengan bertumpu pada kedua sikuku. Bertemulah dadaku dengan buah dada Nyai, bibirku dengan bibir Nyai. Kedua tanganku memegang pipi Nyai, Nyai kucium mesra, lalu kucucuk-cucukkan bibirku pada bibirnya, eh.. menirukan burung yang bercumbu. Sesekali tanganku meremas buah dadanya, memilin putingnya, terkadang mulutku turun ke bawah, menghisap puting buah dada Nyai, bergantian kanan dan kiri

Akan halnya penisku waktu kumasukkan ke liang vaginanya, rasanya memasuki ruang kosong, berongga. Tetapi setelah itu rasanya ada kantong yang menyelimuti. Permukaan kantong itu bergerigi melintang, pelan-pelan kantong itu “meremas “penisku. Tak ingin cepat berejakulasi maka kutarik penisku, kantong vagina itu tidak “mengejar”nya. Kumasukkan lagi seperti tadi, terasa masuk ruang kosong, sebentar liang vagina mulai meremas, kutarik lagi. Begitu beberapa kali. Terkadang penisku agak lama kutarik keluar, sampai tinggal “topi bajanya” yang ada di antara ‘labia mayora’-nya. Terus begini Nyai mencubitku..

“Masukkan lagi Yang..”

Gerakkan in-out ini makin cepat, “pengejaran” penis oleh sekapan kantong vagina juga makin cepat. Di samping itu di pintu masuk, bibir luar (labia mayora) dan bibir dalam (labia minora) juga ikut “mencegat” penisku. Makin cepat aku keluar-masukkan penisku, Nyai terlihat makin menikmati, demikian juga aku sendiri. Ibarat mendaki gunung hampir tiba di puncaknya. Kecepatan penisku memompa vaginanya semakin bertambah cepat, denyut nadiku semakin bertambah, nafas juga semakin cepat. Terlihat juga wajah Nyai semakin tegang menanti puncak orgasme, nafasnya terlihat juga semakin kencang. Cairan di liang vagina Nyai juga terasa semakin banyak, ibarat oli untuk melicinkan gesekan penisku. Peluhku mulai menetes, jatuh bercampur peluh Nyai yang tercium sedap dan wangi.

Makin cepat, makin tinggi.., tiba-tiba penisku terasa disekap rongga vaginanya dengan kuat.. Kuat sekali dengan denyutan yang cepat tetapi dengan amplitudo yang rendah. Orgasme! Nyai mencapai orgasme. Di saat itu lengan Nyai memeluk leherku kuat sekali, sedang tungkainya memeluk pantatku dengan kencang.

“Aihh..”, terdengar desah kepuasan keluar dari bibir Nyai.

Beberapa menit kemudian lubang penisku terasa jebol, cairan menyemprot keluar entah berapa cc. Nikmat.., nikmat sekali.. Nikmat luar biasa. Orgasme Nyai terjadi lebih dulu dari ejakulasiku. Kalau saja Nyai masih bisa hamil, kata dokter anak yang lahir nanti adalah pria.

Saya masih tetap memeluk Nyai sambil mengendurkan nafas. Pelan-pelan penisku mulai mengendur, mengkerut. Tapi rupanya Nyai merespons. Paha dan tungkainya diselonjorkan (diluruskan). Maksudnya memberi jalan agar penisku keluar.

“Terima kasih Yang, terima kasih Mas Agus.. Mas hebat sekali..”, bisiknya.
“Kau cantik sekali Nyai, secantik bidadari..”, balasku

Badanku kurebahkan di samping badan Nyai, memeluk Nyai yang tidur telentang. Kami tidur dalam keadaan telanjang, hanya ditutupi selimut.

Nikmatnya Nyai, nikmatnya wanita, nikmatnya dunia.

Warsih Si Tukang Jamu

Tidak tahu mengapa hari ini aku bangun lebih pagi dari biasanya, padahal ini hari minggu. Istriku sudah dua hari pulang menengok orang tuanya yang sedang sakit dikampung, sedangkan pembantuku juga dari hari sabtu cuti, karena setiap akhir minggu ia pulang ke Bekasi mengunjungi keluarganya, praktis hanya tinggal aku sendiri dirumah. Aku dan isteri belum dikaruniai anak walaupun sudah dua tahun kami menikah.
Aku berjalan keluar rumah, baru jam 6.30, wah sayang sekali aku bangun terlalu pagi, padahal sepanjang minggu aku memimpikan hari minggu supaya bisa tidur siang. Akhirnya aku duduk diteras depan rumah dan membaca koran. Lagi asyik baca koran aku mendengar bunyi bel, aku bangun untuk melihat siapa yang memencet bel pagi2 begini.Aku membuka pintu gerbang dan didepanku berdiri seorang wanita berusia kurang lebih 28 tahun dengan rambut digelung asal2an tersenyum padaku.
Wajah wanita itu cukup manis dengan pipi berisi dan kemerahan, kulit wajahnya halus sekali dan ia memakai sarung serta menggendong bakul jamu, selendang yang mengikat bakul jamunya melintang didadanya dengan ketat sehingga menojolkan payudaranya yang kulihat sungguh amat indah dan menantang, mungkin ukurannya 36, pokoknya aku sungguh terangsang sekali dengan kemontokan tubuh wanita itu, aku melihat ada sedikit keringat didahinya, make up yang dipakainya tipis sehingga yang terlihat adalah wajah alami yang terpelihara.
“Ibu ada pak?” Tanya wanita itu. Cepat2 aku tersenyum semanis mungkin.”Wah sedang pulang kampung tuh, mbak” Jawabku sambil tersenyum. Tukang jamu itu kelihatan kecewa.”Memangnya istri saya suka minum jamu?” Tanyaku.”Iya…dua hari sekali saya disuruh kesini sama ibu” Katanya.”Wah sayang sekali….tapi bagaimana kalau saya juga minum, mbak?” Aku sebenarnya tidak pernah minum jamu dan aku tak tahu jamu apa yang cocok buat laki2. Mbak itu tersenyum senang dan segera hendak menurunkan bakulnya, tapi aku buru2 menahannya.”Masuk saja mbak….jangan disini, didalam saja ya” Kataku, hatiku mengatakan tindakanku mengarahkan aku kesesuatu.
Wanita itu berjalan masuk mengikutiku. Sampai diteras ia lagi2 mau menurunkan bakulnya, tapi aku lagi2 menyuruhnya masuk kedalam ruang tamu. Ketika ia berjalan masuk tadi kuperhatikan terus bokongnya yang bergoyang2 terbungkus kain sarung ketat, aku sampai menelan ludah, bokongnya sunggu indah dan besar, tubuhnya betul2 sexy….”Saya nggak mau ada orang yang lihat saya minum jamu lho” Kataku ketika kulihat ia agak ragu masuk kedalam rumahku.
Ia terkikik lalu berjalan masuk mengikutiku dan ia segera menurunkan bakul jamunya, aku memperhatikan setiap gerakannya, oh….sungguh aku merasa terangsang sekali.”Memangnya jamu apa yang untuk laki2, mbak?” Tanyaku. Mataku tidak lepas dari belahan buah dadanya yang sesekali terkuak dan menampilkan bh warna hitam. Kemaluanku mulai mengeras.”Maunya untuk apa pak?”"Biasanya jamu apa yang diminum laki?” Tanyaku lagi.”Macam2 pak…biasanya sih jamu kuat” Jawabnya, kulihat ia mengeluarkan sapu tangan lalu mengeringkan keringat diwajahnya. Sungguh manis wajahnya.”Kuat buat apa sih?” Tanyaku pura2. Ia melirik agak genit, mulutnya cemberut.”Ah pura2 aja bapak ini”"Lho sungguh….aku kan nggak pernah ngejamu, mbak”"Ah bisa aja…” Jawabnya, matanya kembali melirik, aku amkin horny.”Ya terserah mbak aja deh…aku taunya minum” Kataku. Ia lalu menuangkan entah apa aku tak tahu, dicampur2.
“Mbak…biasanya kalau minum jamu minumnya untuk apa?” Tanyaku sambil menerima gelas yang telah berisi jamu.”Ada deh….” Eiit….mulai menunjukkan hasil nih, pikirku. Kayaknya tambah genit nih si mbak.”Kasih tahu doong…” Rengekku. Ia mengerling genit lagi sambil memonyongkan mulutnya.”Yaa…tanya ibu saja ah” Jawabnya. Aku merasakan pahit dilidahku dan aku makin memperlambat minumku, aku nggak tahan, mau muntah rasanya.”Saya mau tahunya dari mbak kok….”"Yaaa…kalau perempuan ya minum jamu supaya seger, awet muda dan macem2 deh”"Memangnya jamu sari rapet buat apa mbak?” Manteraku mulai keluar. Ia mendesis sambil melotot.”Hussh…kok tanya aku? Tanya ibu lho…”"Kan pulang kampung…..aku bingung, apanya yang rapet kalo minum jamu sari rapet…nanya boleh kan?” Kataku makin berani.”Ya itunya yang jadi sempit, bukan rapet lho….” Jawabnya perlahan sekali, ia menunduk, kulihat sedikit rona merah dipipinya.”Apanya yang sempit mbak?” Kelihatannya ia mulai kesal.
“Itunya lho…tempiknya, ah sudah ah….genit amat sich” Semburnya sambil mengerling marah. Aku tersenyum lagi.”Tempik itu apa sih?” Godaku lagi.”Nggak tahu ah…sudah belum? kok lama banget minum jamu aja?”"Habis pahit….mbak belum jawab pertanyaan saya”"Tempik itu…..memek lho, masak nggak tahu sih…dasar genit bapak ini” Eh tangannya mencubit pahaku. Aku pura2 kesakitan, tanganku kuulurkan untuk membalas, ia menjerit kecil sambil cekikikan menghindari tanganku.”Lho aku kan mau membalas, cuma nanya kok pahaku dicubit?”"Habis ceriwis sih”"Mbak minum sari rapet juga dong?” Tanyaku.”Nggak tahu ah”"Kalau begitu gelas ini nggak akan habis2 isinya”"Iya, iya…aku juga minum….setiap perempuan minum kok”"Memangnya mbak sudah punya suami?”"Ya sudah dong…tapi ada dikampung”"Lho sama dong…isteriku ada dikampung juga” Ia diam saja.”Jadi tinggal kita berdua nih….” Sambungku.”Tapi aku nggak percaya, dengan minum sari rapet terus tempik….eh memek bisa rapet” Ia tersipu2.
“Eee…sungguh lho…sudah terbukti dari dulu kok” Jawabnya.”Bohong…”"Sungguh…”"Kalo gitu boleh dong aku minta bukti”"Bukti apaan?” Ia kelihatan agak bingung.”Bukti….bahwa memek mbak sempit” Aku nekat berkata. Kemaluanku sudah keras sejak tadi. Jantungku juga berdebar2 menahan gejolak nafsu.”Idiih amit2!!” Desisnya lalu ia bangun melemaskan kakinya yang dari tadi jongkok.”Mbak….”"Yaaa….”"Aku naksir nih….boleh nggak aku minta cium” Aku berbisik pelan. Ia melotot, mulutnya cemberut.
“Iih….udah ah…genit amat sih” Ia jongkok lagi membereskan barang2nya. Kudekatkan wajahku kewajahnya. Ia mengangkat wajahnya dan memandangku dengan pandangan melotot, tapi bibirnya setengah terbuka, seolah2 menantang keberanianku dan kami sangat dekat sehingga aku bisa mencium bau tubuhnya yang terus terang saja membuat nafsuku makin melonjak. Tanpa pikir panjang kusambar mulutnya, kupeluk sehingga ia jatuh tertindihku dilantai ruang tamu. Mulutku melumat bibirnya dengan liar, ia meronta, tapi sepertinya rontaan setengah hati. Tanganku meremas buah dadanya, betul juga dugaanku, buah dadanya betul2 kencang dan mantap sekali, kenyal dan besar, wah aku benar2 terangsang.”Aduh….genit bapak ini….auuu….nggak mau…aduh, aku nggak bisa napas” Ia mendesah2 ditindihku.
“Paak….aduh malu ah…jangan disini….nanti dilihat orang….aku malu ah….” Kulumat lagi mulutnya yang hangat, kali ini ia membalas dengan lumatan yang liar juga. Lidah kami saling membelit lidahnya terasa sungguh nikmat, hangat dan begitu liar didalam mulutku, sungguh aku tak pernah menduga perempuan desa sepertinya bisa berciuman begitu panas. Aku tak mau kalah, kujepit lidahnya lalu kuhisap2 dengan penuh nafsu, lalu lidahku bermain dalam mulutnya, kujelajahi seluruh rongga mulutnya dan napas kami sama2 memburu kencang, napasnya terasa panasenyembur dan aku juga menyukai bau napasnya yang lembut, mungkin memang semua tukang jamu tahu bagaimana merawat diri dan kesehatannya, pokoknya kami benar2 tenggelam dalam gelora nafsu, tanganku menggerayangi seluruh lekuk tubuhnya dan baju hijau yang dipakainya sudah tak keruan terbuka, tanganku berusaha menyingkapnya dan kuremas buah dadanya serta kucoba menariknya keluar dari bh yang begitu kencang membungkus buah kembar itu.
Ia mendesah2 tangannya seperti hendak menyingkirkan tanganku namun usahanya tidak dengan sepenuh hati, sebelah tangannya meremas2 rambutku, mengacak2nya dengan gemas, air liur kami begitu lama saling bertukar, oh tidak pernah aku merasakan sensasi seperti ini.Akhirnya aku berhasil menarik keluar sebelah buah dadanya dari balik bh yang dikenakan mbak itu. Ia menggumam dalam mulutku. Kuremas payudara kenyal itu, kuraba puting susunya yang rasanya cukup besar, aku mencoba memandang tapi mbak itu begitu erat mendekap kepalaku sehingga mulut kami tidak bisa terlepas, ia menciumku begitu liar dan penuh nafsu, napasnya seperti lokomotif.Aku memaksa menciumi lehernya yang berkeringat, kujilati keringatnya dan terasa asin, aku tak perduli, kuangkat kedua tangannya lalu kucium2 ketiaknya yang basah oleh keringat juga. Baunya sungguh sedap dan ia mengerang keenakan waktu kugigit2 ketiaknya dengan lembut.
Sekarang aku bisa melihat buah dadanya yang berkulit kuning dan menyembul sebelah, pemandangan ini membuatku makin bernafsu, puting susunya berwarna merah tua dan besar, kupencet2 pelan, ia merintih2, kepalanya terangkat keatas dan suaranya membuatku makin terangsang.
“Pak…aaahhh…..ada susunya pak….pencet kerasan lagi…ooohhhh” Ia mendesah. Kupencet lebih keras, benar saja ada cairan kental keputihan perlahan muncul dari puting susunya, lalu ketika keperkeras pencetanku maka cairan itu menyembur pelan dan membasahi tanganku. Segera kucelucupi dan kujilat puting susunya, mbak yang belakangan kutahu bernama Warsih itu membantuku meremas buah dadanya, dan kulihat ia pandai sekali mengeluarkan susunya agar aku dapat menikmati cairan itu, tangannya mengurut payudaranya dengan keras dan memencetnya sehingga cairan itu menyembur keras masuk dalam mulutku, tidak ada rasa atupun bau, kusedot2 putingnya sepertibayi.
“Uughhh….jangan terlalu keras pak, sakit…..uuughhhh” Aku memelankan kegemasanku menyedot.
Tanganku sibuk melepaskan kancing2 baju yang tersisa dan menariknya sehingga Warsih hanya memakai kutang dan sarung saja. Bh hitamnya terangkat sebelah keatas dan kontolku sampai sakit karena kerasnya ketika melihat pemandangan didepanku.
Tubuh Warsih sungguh mulus, kuning langsat walaupun baru bagian atasnya saja yang kulihat.”Paaakkk……enak…duh….pak…jangan disini…malu pak….aakkhhh” Ia merengek, suaranya serak.”Dikamarku saja…” Bisikku. Kuajak ia masuk dalam kamarku, sebelumnya kukunci pintu depan. Sampai dalam kamar kami bergumul diatas ranjangku. Tubuhnya betul2 padat dan kenyal. Kulepaskan bhnya sehingga ia sekarang hanya memakai sarung saja, aku terbengong melihat buah dadanya yang begitu sempurna dan besar, puting susunya sungguh kontras dengan warna kulitnya. Kubuka seluruh pakaianku sampai telanjang bulat dan ia menjerit kecil melihat kontolku yang berdiri dengan tegak penuh urat menonjol, tangannya menutupi mulutnya.”Auu…serem!” Jeritnya. Kudekati ia dan ia beringsut mundur menggodaku. Aku menerkam dengan kekuatan penuh, kembali ia menjerit sambil memelukku, kami bergumul lagi, kali ini ia menciumi dadaku dengan penuh nafsu.”Kontolnya kok kecil sih pak” Bisiknya. Sialan…”Jangan lihat kecilnya mbak…rasakan tusukannya nanti” Bisikku juga.
“Idiihh….takuut” Ia merengek lagi. Kukemot payudaranya lagi, lalu kujilat dan kugigit2 ketiaknya yang ditumbubi bulu lebat, oohh sungguh merangsang sekali baunya. Warsih menjerit2 kecil kegelian, tapi ia menikmatinya.Tiba2 aku mundur lalu dengan cepat aku menyusup kedalam sarung yang masih dikenakannya, ia menjerit tertahan sambil berusaha mendorong kepalaku keluar dari dalam selangkangannya. Tapi aku tidak perduli, kukecupi pahanya yang kurasakan halus sekali. Kuhisap2 kecil, ia terlonjak2 kegelian sambil mengerang2 manja.”Jangaan pak….bau….jijik ih…nggak mau aku…ooohhh” Dorongan tangannya berubah remasan, kepalaku sudah mencapai puncak pahanya, aku merasakan kehangatan kepalaku didalam sarungnya dan tercium bau memek yang membuat kontolku kembali sakit saking tegangnya.
Kuciumi celana dalamnya yang lembab dan agak lengket, kujilati lalu kuhisap2 memeknya yang tertutup celana dalam hitam, aku bisa merasakan bulu memeknya yang keluar dari balik lipatan celana dalam, kujilati semuanya lalu kuporoti celana itu, tiba2 sarungnya menjadi kendur, ternyata Warsih membuka ikatan setangennya sehingga sekarang ia bisa melihat kegiatanku didalam sarungnya. Ia menurunkan sarungnya, aku menariknya sampai terlepas. Kini aku terpaku sesaat melihat memeknya yang hitam tertutup bulu2 lebat yang ikal.
Kulihat ada cairan bening menempel dibulu2 itu, mata Warsih lekat memandangku, aku tak tahan lagi dengan bau yang begitu merangsang. Kubenamkan wajahku dilembahnya, kucium dengan penuh perasaan bau memeknya, oohhh….sungguh enak sekali. Dengan jari2ku kusibakkan bulu memeknya dan kukuak bibir kemaluannya yang berwarna merah tua, ia mengerang2, tangannya mencengkram sprei dan menarik2nya. Aku bisa melihat bagian dalam memeknya yang banjir oleh cairan keputihan, menempel pada dinding dan bibir memeknya, aku tak tahan lagi, kuserbu memeknya dengan lidahku, kujelajahi dan kusapu seluruh cairan itu, terasa asin, nikmatnya sungguh gila.
“Aaaaa…….enaaaakkkk……mmmhhhh….sssshh hhh” Pinggulnya terangkat naik menekan mulutku dan aku makin lahap menjilati dan mengemut itinya. Ia mengerang2 sebelum akhirnya mengangkat pinggulnya dan tangannya menekan kepalaku, dan aku terbenam dalam memeknya. Hidungku menekan itilnya dengan keras dan kurasakan ia menggosok2kannya dihidungku, mulutku masuk dalam liang memeknya, lidahku kuputar dan kutusuk dalam liang itu, ia menjerit agak keras seperti rintihan panjang.”Oooohhhhhh……..aku..aku….keluaaarrr paaakk…..uuuuuhhhhhh” Kurasakan hentakan2 keras menekan wajahku dan kurasakan liang memeknya menghangat dan tercium bau khas yang enak sekali, lidahku menjilati lubang kencingnya yang kecil dan merah, Warsih meronta kecil dan mulutnya tak henti melolong. Tiba2 kurasakan kontolku ditariknya, aku mengikuti irama tarikannya, ternyata sesaat kemudian kontolku terbenam dalam mulutnya yang hangat, aku gemetar tak kuasa membendung nikmatnya kuluman Warsih dikontolku, aku berusaha sekuat tenaga menahan dan membendung supaya jangan sampai keluar begitu cepat.
Kualihkan jilatanku perlahan2 kelubang duburnya yang berwarna hitam dan ada lendir yang berasal dari liang memeknya. Kelihatanya ia terkejut sesaat tapi kemudian tiba2 ia berontak dan berguling sehingga aku terbawa dan kusadari aku sudah tergencet dibawah tubuhnya, posisi kami menjadi 69 dan ia menekuk lututnya sedemikian rupa sehingga aku bisa dengan leluasa menjelajahi liang duburnya, ia bergetar hebat dan mengguman dengan kontolku dalam mulutnya.”Paakk…terus pak, terus, terushh….jilat terus, masukin lidahnya paaakk…aku paling nggak tahaaann” Ia merintih panjang ketika lidahku kutusuk menerobos liang duburnya. Aku tak perduli dengan perasaan jijik orang lain, karena aku menikmati sekali liang duburnya yang bersih dan tak berbau. Tubuh Warsih kembali terhentak2 dan ia menekan pantatnya sehingga aku sulit bernapas, aku berusaha memuaskannya dengan lidahku terus mengorek2 lubang itu dan ia melolong2 pendek seperti wanita hendak melahirkan.
Sampai akhirnya akupun tidak kuat menahan semburan kontolku, aku tak mau kalah, kubalikkan tubuhnya sehingga aku diatas dan ia seperti tahu apa yang akan terjadi karena ia mempercepat sedotannya dan aku memompa mulutnya dengan cepat pula, tangannya mengocok2 pangkal kontolku dengan cepat, aku menjerit sambil memandangnya……cairan air maniku menyembur dalam mulutnya dan kulihat mulutnya mengemot kontolku tiada henti, perutku kejang menahan nikmat yang menyusup seperti gelombang dashyat. Air maniku seperti tidak ada habisnya dan tak setetespun keluar dari dalam mulutnya, ia begitu ahli menikmati kontolku sampai aku merasa denyutan2 nikmat berlangsung begitu lama, aku terduduk lemas diwajahnya, kubiarkan ia menjilati kepala kontolku dan menyedot buah zakarku, perasaanku tidak keruan ketika lidahnya mulai menelusuri lubang duburku juga, geli campur meriang yang kurasakan, tapi aku sangat menikmatinya.
Lidahnya menjelajahi lubang duburku dengan liar, kontolku dalam sekejap mulai mengeras dan kulihat ia terkikik kesenangan, tangannya kembali mengocok kontolku dengan lembut.Aku juga tak mau kalah, kujilati lagi sisa2 lendir diliang memeknya, seluruh bulu memeknya sudah basah oleh jilatanku, kulihat memeknya berkilat2 dan cairan memeknya begitu nikmat dan hangat, oohhh aku akan sangat merindukannya.Setelah kontolku mengeras, Warsih segera berjongkok diatasnya dan mengarahkan kontolku keliang memeknya. Lalu ia mengeluh panjang ketika kontolku amblas dalam lubang hangat itu. Ia mulai memompa dan aku mengikuti iramanya, ia manarik tanganku dan menaruhnya dipayudaranya, aku segera meremasnya.”Remas yang kuat paak…aduh…enak sekali kontol bapak…uuuhhhh” Ia memompa dengan buah dadanya menggelinjang dalam remasanku. Aku meremas dengan keras dan ia merintih dengan keras pula.
Kulihat tanganku berlumuran air susunya yang selalu keluar setiap kuremas. Sungguh mati wanita ini sangat pandai bersetubuh, aku tak tahu dari mana ia memperoleh keahlian seperti itu dan terlintas dalam benakku untuk menjadikannya isteri keduaku, aku merinding membayangkan penghianatan cintaku kepada isteriku….tapi sungguh aku tergila2 dengan Warsih.Kontolku seperti disedot2 dalam memeknya, aku berusaha mati2an agar kami dapat mencapai kenikmatan bersama, setiap berhasil kubendung maka sesaat kemudian kontolku kembali tak kuat menahannya, aku menjadi tersiksa oleh kenikmatan memeknya, ia tersenyum senyum dan sesekali menjulurkan lidahnya menjilati wajahku, lidahnya hangat dan liar, setelah itu kami kembali saling lumat, ulekan memeknya membuatku seperti melayang2.”Warsih….aku hampir nggak kuat lagi nih….” Desahku. Ia terkikik….”Barengan yok…uuhh…..ayo pak, pompa memekku….aaahhhh….terus, terus, ssshhhh” Ia mulai merengek dan aku mulai nggak kuat menahan.
“Aku..aku…aku ngak kuat lagiii!” Aku berteriak. Warsih memonyongkan mulutnya, matanya meredup dan merem melek kenikmatan, tiba2….ia berterriak…”Mati akuuu…..” Ia mengulek dan menekan dengan keras sehingga kontolku benar2 seperti diputar dan disedot oleh mesin pembuat nikmat. Ia memelukku dan mulutnya memangut bibirku dan menghisapnya dengan keras, tubuh kami kejang2 dan bergetar hebat, kontolku memuntahkan air mani kembali, dan ia mengulek kontolku sehingga perutku seperti hendak keram oleh kenikmatan yang diberikan memeknya. Kuremas pantatnya dengan keras, napasnya panas memburu diwajahku, lidah kami saling membelit dan kami memangut seperti ular berbisa. Lama sekali sensasi kenikmatan yang kami rasakan, sampai akhirnya ia terkulai dalam pelukanku dengan kontolku masih terhujam dalam memeknya. Kami diam tak berkata2, aku juga lemas, kubiarkan tubuhnya yang hangat dengan buah dadanya yang besar menekan dadaku. Fantasiku melayang2, membayangkan andaikan ia adalah isteriku…..”Kamu hebat sekali….betul2 hebat” Bisikku. Warsih terkikik kecil dalam pelukanku.
“Dari mana kamu belajar?” Tanyaku. Ia tersenyum memandangku, keringatnya jatuh diatas bibirku, kujilat keringat itu.”Aku ini orang Madura lho…” Jawabnya.”Ah nggak setiap wanita Madura begitu hebat” Jawabku.”Tapi aku hebat kan?” Bisiknya. Ia mengecup bibirku dengan lembut.”Aku takluk nih….” Bisikku pula. Ia bangun dengan cepat dan berbalik terlentang, dengan sarung ia menutupi memeknya dan berjalan cepat kekamar mandi, aku mengikutinya dan didalam kami mandi sama2, lagi2 kami melakukan persetubuhan sekali lagi atas inisiatifnya, ia nungging dan kutusuk dari belakang seperti anjing sedang berahi, dibawah siraman shower.Akhirnya aku mengajaknya tidur bersama hari itu, aku mengatakan ia tak usah berjualan jamu lagi. Ia akan kukontrakkan rumah dan akan kuberikan uang belanja setiap bulan.
Warsih menyetujuinya, tapi ia memilih tinggal di Bandung, aku mengijinkannya. Ia memberiku celana dalam dan bh bekas dipakainya padaku, ia berkata kalau aku rindu padanya maka ciumi saja celana dalamnya dan nikmati baunya. Ooh sungguh perempuan yang tahu memanjakan laki2…..Selama empat tahun aku memelihara Warsih sampai akhirnya kami resmi sebagai suami isteri setelah aku dan isteriku bercerai tanpa anak. Dan itulah saat2 terindah dalam hidupku sampai kini. Celana dalam yang pertama kali diberikannya padaku menjadi benda kenangan kami dan sering kali kami keluarkan dan menikmatinya bersama…ooohh Warsih.

Adu Kepiting


Aku Anis, kembali akan menyumbangkan suatu kisah tentang sepasang suami istri yang baru saja menikah lalu tinggal di suatu daerah pegunungan yang jauh dari keramaian dengan harapan agar mereka bisa terhindar dari pergaulan, bahaya lalu lintas dan kesalahpahaman dengan orang lain. Di samping itu, ia juga menghindarkan istrinya dari gangguan laki-laki lain yang menyukainya karena istrinya sangat cantik sehingga jadi rebutan di kampung asalnya.

Mereka berdua hidup dalam kesunyian, namun ia tidak kesulitan makanan karena selain ia berkebun dan bertani, juga ia rajin ke sungai untuk menangkap ikan sebagai lauknya. Beberapa bulan kemudian, sang istri mulai mengidam, sehingga membutuhkan makanan tertentu sesuai selera dan keinginannya sebagaimana layaknya perempuan lainnya yang mengidam.

Suatu hari, sang istri tampak tidak enak perasaannya dan selalu emosi akibat pengaruh dari janin yang dikandungnya.

"Mas, boleh ngga minta tolong sama kamu?" tanya sang istri lembut.
"Soal apa dinda?" sang suami balik bertanya dengan lembut pula.
"Aku ingin sekali makan kepiting, Mas. Boleh ngga Mas mencarikan aku?"
"Wah, wah, wah, bagaimana mungkin kita bisa mendapatkan kepiting di puncak gunung seperti ini?" kata sang suami.
"Tolong cari donk. Berusahalah. Pasti Mas bisa menemukannya. Kalau aku nggak masalah, tapi yang ini nih," desak sang istri sambil menunjuk janin yang ada dalam perutnya.

Setelah lama didesak, akhirnya sang suami pergi juga meninggalkan rumah untuk mencari kepiting. Dia berjalan mengelilingi hutan dan naik turun dari gunung yang satu ke gunung yang lainnya, bahkan menelusuri beberapa sungai-sungai kecil yang ada di tengah hutan. Ketika ia menemukan sebuah sungai yang agak deras airnya, ia lalu turun dan mencoba mencari lubang-lubang yang ada di pinggirnya.

Setelah ia menemukan suatu lubang yang agak besar dan dalam, ia lalu memasukkan tangannya ke dalam lubang itu. Bahkan mencoba mengeluarkan air dan lumpurnya hingga lubang itu bertambah besar dan dalam, sampai-sampai seluruh badannya bisa masuk. Suluruh tubuhnya basah kuyup dengan lumpur bercampur keringat karena ia merasa penasaran dan yakin sekali kalau dalam lubang itu ada kepitingnya.

Dalam keadaan bermandikan keringat bercampur lumpur, ia mengkonsentrasikan diri hanya pada isi lubang itu, ia lalu membuka seluruh pakaiannya yang basah lagi kotor itu. Tiba-tiba ia mendengar suara kaki berjalan di air. Semakin lama kedengarannya semakin dekat, bahkan terdengar ada suara manusia yang sedang bicara, sehingga ia merasa sangat ketakutan karena selama ia tinggal di daerah itu belum pernah bertemu dengan orang lain kecuali hanya istrinya. "Jangan-jangan orang itu adalah penjahat atau orang hutan", demikian pikirnya. Ia lalu masuk sekalian ke dalam lubang itu unutk bersembunyi dengan tanpa busana sehelaipun. Dalam keadaan menungging dengan pantat mengarah ke pintu lubang tersebut, ia melihat melalui selangkangannya, ternyata ada 4 betis berdiri hanya kurang lebih berjarak 30 cm dari pantatnya.

Ia gemetar sangat ketakutan sehingga dengan tanpa sengaja kencingnya menetes keluar melalui kontolnya yang tergantung lemas.

"Wah, ini ada buah-buahan langka dan kelihatan indah sekali" sang suami itu mendengar suara dari salah seorang yang kakinya kelihatan itu. Bahkan orang itu sempat meraba dan menarik-narik kontol sang suami yang disangkanya buah-buahan, sehingga sang suami itu semakin ketakutan hingga menyebabkan air kencingnya tambah banyak keluar. Ia tak mau bergerak karena takut diketahui kalau ia adalah manusia.

"Buah apa itu teman?" tanya salah seorang dari mereka yang berdiri itu sambil ikut memegang dan menarik-narik buah tergantung itu.

Tiba-tiba pantat sang suami mengeluarkan suara kentut sehingga kedua orang hutan yang berdiri itu mencium bau busuk. Lalu temannya menjawab..

"Mungkin inilah yang dinamakan buah busuk-busuk" lalu kedua orang itu sepakat meninggalkan tempat itu dan bermaksud memetik buah busuk-busuk itu setelah ia kembali dari menebang kayu di hutan.

Setelah kedua orang hutan itu pergi, maka sang suami yang masuk ke lubang tadi segera keluar dan pulang terburu-buru ke rumahnya sambil menjinjing pakaiannya. Sesampainya di rumah, sang istri heran karena suaminya berlari terengah-engah tanpa mengenakan pakaian.

"Kok begitu Mas. Ada apa? Kenapa lari seperti orang ketakutan? Mana kepitingnya?" Pertanyaan sang istri bertubi-tubi pada sang suami, namun ia tetap belum mampu menjawab karena sangat lelah dan ketakutan.
"Mm.. maaf dinda, aku tidak berhasil menangkap kepitingnya" jawab sang suami dengan nafas terengah-engah.
"Kenapa Mas? Ada masalah apa di sungai?" desak sang istri.
"Anu.. Anu dinda. Sulit ditangkap karena lubangnya terlalu dalam. Besok saja yah," rayu sang suami pada istrinya.
"Masa hanya kepiting tak bisa ditangkap. Kalau gitu kita gantian saja. Mas jaga rumah dan saya yang akan menangkap kepitingnya" ujar sang istri tidak sabar

Menjelang sore hari, sang istri berangkat ke sungai setelah mendapat petunjuk dari sang suami mengenai tempatnya. Meskipun sang suami tidak mengizinkan istrinya pergi agar jangan sampai bertemu dengan kedua orang hutan tadi, tapi karena tak mau cekcok dan membuat marah istrinya, maka dengan terpaksa dan was-was akhirnya ia mengizinkannya.

Sesampainya di sungai tersebut, sang istri turun dan akhirnya menemukan lubang yang baru saja dimasuki suaminya. Ia juga merasa penasaran dan yakin kalau dalam lubang itu ada kepitingnya, sehingga buru-buru ia melepaskan seluruh pakaiannya agar tidak kotor lalu masuk ke lubang itu dengan posisi seperti posisi suaminya tadi sewaktu dalam lubang. Belum sempat ia memasukkan tangannya ke luang-lubang kecil yang ada dalam lubang besar itu, tiba-tiba ia mendengar suara orang sedang bicara, bahkan kedengarannya berjalan menuju ke arahnya.

"Wah, celaka teman. Kita didahului orang lain. Buah busuk-busuk itu sudah tidak ada di tempatnya. Rasanya baru saja dipetik orang lain dengan menggunakan pisau tajam. Ini buktinya" kata salah seorang dari mereka yang berdiri persis di dekat pantat sang istri itu sambil meraba, mengelus dan menusuk-nusuk lubang kemaluan sang istri karena dianggapnya sebagai bekas petikan/potongan buah tadi.

Kedua orang hutan itu tidak ragu lagi kalau baru 'buah' itu baru saja dipetiknya karena sewaktu ia meraba tempatnya, ia merasakan sedikit basah, berlubang dan halus seperti bekas potongan pisau tajam.

"Untung saja vaginaku halus, mulus, putih tanpa ditumbuhi bulu sehelaipun, sehingga mereka tidak curiga kalau itu adalah daging montok wanita yang sedang basah karena ketakutan sehingga mengeluarkan air kencing", demikian pikir sang istri.
"Ayo teman, kita cari dan kejar si pemetik buah impian kita itu. Ia pasti belum jauh dari tempat ini, karena bekas petikannya masih basah dan getahnya masih menetes" ajak salah seorang dari orang hutan itu.

Akhirnya mereka segera pergi dan sepakat mencari orang yang dicurigai telah memetik buah busuk-busuk impian mereka itu.

"OK, kita bagi sasaran. Kamu ke kiri dan aku ke kanan. Ia pasti masih berada di sekitar sini karena bau buah-buahan itu masih sangat terasa busuknya". Kata orang hutan yang satunya lagi seperti yang didengar oleh sang istri ketika keduanya baru saja meninggalkan lubang kepiting itu.

Pikir sang istri, bau busuk itu tentunya adalah bau kentut. Setelah itu, sang istri terburu-buru keluar lalu pergi meninggalkan lubang itu sambil berlari menjinjing pakaiannya. Sesampainya di rumah, keadannya persis sama dengan keadaan suaminya ketika mengalami hal serupa. Ia tak mampu berkata-kata dan sulit ia menjelaskan kejadian tadi. Mereka saling menyembunyikan apa yang dialaminya di sungai tadi, meskipun dalam hati mereka saling curiga tentang kemungkinan kejadian yang sama.

Keesokan harinya, sang suami bersama sang istri sepakat untuk berangkat bersama-sama ke sungai mencari kembali kepiting dengan keyakinan kalau kedua orang hutan kemarin itu tidak bakal lewat di situ lagi karena buah impiannya sudah dianggap tidak ada lagi. Keduanya langsung menuju ke lubang yang masih diyakini ada kepitingnya.

"Mas, coba sekali lagi. Kamu saja yang masuk biar saya yang jaga di luar kalau-kalau ada orang yang melihat kita. Sebaiknya buka saja pakaiannya Mas biar tidak kotor" kata sang istri ketika mereka sampai di dekat lubang itu.

Setelah sang suami masuk dengan posisi seperti semula dalam keadaan telanjang bulat, sang istri menyaksikan kontol suaminya sedang tergantung di selangkangannya sambil berpikir bahwa mungkin kontol suamiku inilah yang dikatakan oleh kedua orang hutan kemarin itu sebagai buah busuk-busuk, sehingga setelah ia melihat kemaluanku, ia lalu beranggapan kalau buah itu sudah dipetik.

"Bagaimana Mas? Sudah dapat kepitingnya?" tanya sang istri pada suaminya sambil membungkuk untuk melihat keadaan suaminya dalam lubang.
"Belum dinda, tapi sudah hampir kutemukan. Sabarlah sebentar dinda"
"Ini kepitingnya Mas. Saya sudah menangkapnya" canda sang istri sambil memegang dan menarik-narik benda yang tergantung di selangkangan sang suami sambil tertawa terbahak-bahak.

Nampaknya sang istri tak mau melepas 'kepiting' yang ditangkapnya itu, malah ia semakin memainkannya, mengelus dan mengocoknya hingga kepitingnya itu semakin keras, membengkak dan membuat pinggul sang suami bergerak-gerak.

"Sudahlah dinda. Jangan ganggu aku dulu. Kepitingku itu tak sulit ditangkap karena akan datang sendiri ke rumah, bahkan sebentar di rumah pasti kuserahkan untuk kamu makan sepuasnya" canda sang suami.

Karena sang suami sudah tak tahan lagi dipermainkan kontolnya sementara sang istri tak mau berhenti memainkannya, malah nampak menginginkannya saat itu, maka sang suami memutuskan keluar dulu.

"Kalau gitu kita gantian cari kepitingnya dinda. Aku kecapean" kata sang suami sambil keluar dari lubang itu dan digantikan oleh si istri setelah ia juga menelanjangi dirinya karena takut akan kotor pakaiannya.
"Kamu yang jaga di luar yah Mas. Bilang kalau ada orang lain yang melihat kita, tapi jangan macam-macam loh..," kata sang istri.

Setelah posisi sang istri sama dengan posisi sang suami tadi, tiba-tiba sang suami meraba-raba pantatnya lalu turun ke selangkangan dan terus ke kemaluan sang istri dan memainkannya seperti halnya ia dipermainkan tadi.

"Wah, ini 'kepiting' betinanya sudah kutangkap dinda. Indah sekali dan pasti nikmat dimakan. Boleh aku makan dinda?" tanya sang suami sambil mengelus dan menusuk-nusuk lubang kemaluan istrinya yang sedang menungging dalam lubang.

Sang istri tampak menikmatinya dengan menggerak-gerakkan pinggulnya dalam lubang. Sementara sang suami yang sejak tadi terangsang dari dalam lubang tak mau berhenti memainkan, bahkan sesekali mencium dan menjilatinya lalu mengatakan kalau ia sedang memakan kepitingnya mentah-mentah.

"Ayo Mas. Mana kepitingnya? Adu donk 'kepiting'nya dengan 'kepiting'ku" canda sang istri tapi tampak serius karena memang ia betul-betul sudah terangsang.

Sang suami segera mengarahkan mulut 'kepiting'nya ke mulut 'kepiting' sang istri lalu mengadunya. Perlahan tapi pasti, kedua buah langka itu saling bersentuhan di mulut lubang kepiting. Mula-mula amat sulit masuknya karena 'kepiting' sang istri agak masuk ke dalam, namun karena sang istri mengerti dan memang membutuhkannya, maka pantatnya pun terdorong sedikit keluar sehingga berada di luar lubang hingga sang suami sangat mudah memasukkan kepala 'kepiting'nya ke dalam mulut 'kepiting' sang istri. Suara yang ditimbulkan dari pertarungan antara kedua 'kepiting' langka itu, sangat indah dan jelas terdengar karena berada di mulut lubang, apalagi sedikit basah karena percampuran antara air khas 'kepiting' dengan air sungai serta air lumpur.

"Akhh.. Uuhh.. Ikkhh.. Ookkhh.. Eennakk. Nikkmat sekali kepitingnya Mas. Terus.. Teruss.. Ayo hantam teruss Mass" erang si istri tersentak-sentak sambil menggerak-gerakkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan. Si suami juga mengerang hal yang serupa.

Mungkin karena sang istri telah merasa lelah menungging, ia meminta sang suami untuk berhenti bergerak sejenak, tapi sang suami tidak menghiraukannya. Akhirnya sang istri menarik pantatnya masuk lebih dalam sehingga 'kepiting' sang suami dengan sendirinya keluar dan lepas dari lubang 'kepiting' sang istri, bahkan perut sang suami dengan keras menghantam mulut lubang yang dimasuki sang istri tersebut. Namun tak lama setelah itu, sang istri kembali menjulurkan keluar pantatnya dalam keadaan terbalik yakni telentang dalam lubang, sehingga memudahkan sang suami memasukkan kembali 'kepiting'nya ke dalam mulut 'kepiting' sang istri. Pertarungan pun dimulai kembali yang diiringi dengan musik khas yang keluar dari pertarungan kedua 'kepiting' itu.

"Decak.. Decukk.. Decikk.. Plagg.. Plugghh.. Pologg" suara itulah yang mewarnai kesunyian di sungai itu yang dibarengi pula dengan suara nafas saling mengejar dari kedua mulut pasangan suami istri yang sedang mengidamkan kepiting itu.
"Maass.. Mass, 'kepiting'ku mau pipis" kata sang istri ketika sang suami dengan gencarnya menghentakkan 'kepiting'nya keluar masuk ke mulut 'kepiting' sang istri tanpa menghiraukan kata-kata sang istri.
"Biar saja pipis, karena 'kepiting'ku juga mau pipis, biar bersamaan saja" kata sang suami sambil tetap mempercepat kocokannya dan meraba-raba serta meremas-remas kedua benda kenyal yang ada di dada sang istri, meskipun tanpa melihatnya karena letaknya agak ke dalam.
"Nnikkmatnnya kepitingnya yach" secara serentak kedua pasangan itu tiba-tiba mengucapkan kalimat yang sama saat 'kepiting' keduanya bersamaan mengeluarkan cairan hangat yang dianggapnya sebagai air pipis 'kepiting'.

Akhirnya keduanya tergeletak di tempatnya masing-masng. Sang suami tergeletak di luar lubang sementara sang istri di dalam lubang. Setelah terdiam sejenak, sang istri lalu keluar dan mencium pipi dan bibir sang suami yang masih tergeletak di pinggir sungai.

"Mas, ayo bangun. Kita pulang aja yuk. Kita sudah tangkap dan nikmati kepitingnya. Aku sudah puas sekali dan tak bergairah lagi mencari kepiting beneran" kata sang istri sambil membangunkan suaminya dengan suara sedikit berbisik di telinganya.
"Wah kita terlalu jauh mencari kepiting dinda, padahal ada kepiting yang kita bawa masing-masing. Lebih nikmat lagi memakannya, bahkan tak pernah habis. Ayo dinda, nanti di rumah kita makan lagi kepiting ini.. Ha.. Hha.. Hha" kata sang suami sambil merapikan kembali pakaiannya bersama sang istri lalu keduanya tertawa terbahak sambil berpelukan dan berciuman, lalu kembali ke rumah.

Setibanya di rumah, mereka kembali mengadu 'kepiting'nya beberapa kali dengan posisi yang lebih membuatnya leluasa bergerak. Sejak saat itu, sang istri tak pernah lagi meminta suaminya untuk mencari kepiting di sungai dan sejak itu pula keinginannya terhadap kepiting sungguhan hilang.

Bagi pembaca yang penasaran ingin tahu lebih banyak pengalamanku atau ceritaku ini, maka silakan hubungi aku via email.

Kebimbangan


“Jangan ah, nanti suamiku cemburu,” kataku sambil menunjukkan cincin kimpoiku yang berkilat karena memang masih baru itu. Begitulah jawaban dan gaya yang kuberikan pada customer atau rekan kerja yang mencoba-coba dengan dialog-dialog menjurus, atau bahkan yang terang-terangan, dengan harapan dapat mengajakku kencan. Memang wajar saja jika banyak yang tergoda melakukan itu. Walau di kantor yang cukup bonafit di kota Surabaya ini, aku selalu menjaga sikapku, namun tak dapat dihindari bahwa aku memang dikaruniai wajah yang cantik dengan tinggi 165 cm, berat 52 kg, kaki yang jenjang dan sepasang buah dada montok. Usiaku pun masih muda untuk lingkungan kantorku, baru 24 tahun pada saat kisah ini terjadi 3 tahun yang lalu. Devi N****(edited) namaku.

Gelombang ajakan dan godaan menerpaku, namun masih mampu kutepis karena pada dasarnya aku memang mencintai suamiku. Hampir setahun menikah tanpa dikaruniai anak, pertahananku jebol saat muncul rekan kerja dari perusahaan mitra yang bernama Haris. Walau beda perusahaan, tugas Haris menuntutnya untuk sering datang ke kantorku dan kebetulan hubungan kerjanya sangat terkait erat denganku. Akibatnya kami sering menghabiskan waktu bersama. Dimulai dari pekerjaan di kantorku, lalu meeting di cafĂ© beramai-ramai, yang akhirnya sering kami lanjutkan berduaan setelah mitra kerja yang lain pulang, atau berjalan-jalan bersama di mal untuk mencari kebutuhan kantor. Lama kelamaan kudapatkan banyak kecocokan di antara Haris dan aku yang tak kudapatkan dalam diri suamiku. Apalagi bidang kerja kami selaras sehingga komunikasi kami terasa lebih “nyambung”.

Suatu siang setelah mencari beberapa buku acuan untuk keperluan pekerjaan, kami melewati lokasi arcade di mal besar itu dan aku melihat permainan dance machine yang sangat kusukai, namun biasanya kumainkan sendiri karena suamiku tak menyukainya. Spontan kuajak Haris untuk menemaniku bermain dan ternyata ia menyambutnya dengan bersemangat karena ia juga menyukainya. Bertambah lagi satu kecocokan di antara kami. Kami pun bermain beberapa game hingga di tengah game terakhir, mungkin karena terlalu bersemangat mendapatkan teman bermain, aku terpeleset sampai kakiku terkilir. Tak ada lagi yang bisa kami lakukan selain pergi ke dokter. Sepulang dari dokter, masih dengan jalan tertatih-tatih, Haris mengusulkan untuk mengantarku pulang saja, dan tak kembali ke kantor agar aku bisa beristirahat. Aku setuju saja walaupun saat itu kakiku sudah tak terlalu sakit lagi, namun masih terasa sangat mengganjal.

Setiba di rumah, kuajak Haris untuk mampir dan ia menerimanya dengan senang hati. Haris memapahku sampai ke kamar, lalu membantuku duduk di ranjang. Dengan manja kuminta ia mengambilkan aku minuman di dapur, karena memang sebelum mendapatkan anak, aku dan suamiku telah sepakat untuk tidak memelihara pembantu, jadi saat itu rumahku kosong. Haris mengambilkan minuman dan kembali ke kamar mendapatkan aku telah melepas blazer dan sedang memijat betisku. Ia agak tersentak melihatku, karena selain tinggal memakai blous “you can see” longgar yang membuat ketiak dan buah dadaku yang putih mulus itu mengintip nakal, posisi kakiku juga menarik rokku hingga pahaku yang juga putih mulus itu terbuka untuk menggoda matanya. Tampak sekali ia menahan diri dan mengalihkan pandangan saat memberikan minuman kepadaku. Memang “gentleman” pria ini.

“Ris, pijetin kakiku dong, biar darahnya lebih lancar. Ini balutannya kenceng banget sih, sampe sakit. Pijetanku nggak ada tenaganya nih!” ujarku tulus. Sungguh mati, pada saat itu, sikap tubuhku dan kata-kataku sama sekali tidak bertujuan menggodanya. Memang itulah yang kuinginkan, hanya pijatan untuk melancarkan darahku yang terasa terbebat, tak lebih. Haris duduk di pinggir ranjang dan mulai memijat betisku dari bawah lutut sampai hampir mencapai pergelangan kakiku yang dibalut perban.
“Kayaknya emang harus ketat, Dev. Dokter bilang, supaya bengkaknya lebih cepet kempes,” tukas Haris sambil terus memijatku.
“Mmm, iya kali,” jawabku sekenanya sementara mataku terpejam menikmati pijatannya yang memang membuat kakiku lebih nyaman. Tak lama Haris memijat sampai kurasakan kenyamanan dalam tubuhku berangsur beralih menjadi perasaan berdesir yang aneh setiap kali tangan kekarnya menyentuh kakiku. Kubuka mata dan kutatap wajah Haris yang tampak serius memijat kakiku. Sama sekali tidak tampan, bahkan cenderung keras, wajah Haris sangat bertolak belakang dengan sikapnya yang demikian lembut memperlakukanku selama ini.

Tenaga dan penampilan keras serta sikap lembut, kombinasi yang tak kudapatkan dari suamiku, ditambah berbagai macam kecocokan di antara kami. Mungkin inilah yang mendorongku untuk menggeser posisiku mendekatinya, lalu mencium bibirnya. Haris terkejut, namun tak berusaha menghindar. Dibiarkannya aku mencium bibirnya beberapa saat sebelum akhirnya ia merespon dengan hisapan lembut pada bibir bawahku yang basah. Kami saling menghisap bibir beberapa saat sampai akhirnya Haris yang lebih dulu melepas ciuman hangat kami.
“Dev..” katanya ragu. Kami saling menatap beberapa saat. Komunikasi tanpa kata-kata akhirnya memberi jawaban dan keputusan yang sama dalam hati kami, lalu hampir berbarengan, wajah kami sama-sama maju dan kembali saling berciuman dengan mesra dan hangat, saling menghisap bibir, lalu lama kelamaan, entah siapa yang memulai, aku dan Haris saling menghisap lidah dan ciuman pun semakin bertambah panas dan bergairah.

Ciuman dan hisapan berlanjut terus, sementara tangan Haris mulai beralih dari betisku, merayap ke pahaku dan membelainya dengan lembut. Darahku semakin berdesir. Mataku terpejam. Entah bagaimana pria yang tampaknya sekasar dia bisa menyentuh selembut ini, aku tak peduli dan menikmati saja kelembutan yang memancing gairah ini. Kembali Haris yang melepas bibirnya dari bibirku. Namun kali ini, dengan lembut namun tegas, ia mendorong tubuhku sambil satu tangannya masih terus membelai pahaku, membuat kedua tanganku yang menahanku pada posisi duduk tak kuasa melawan dan aku pun terbaring pasrah menikmati belaiannya, sementara ia sendiri membaringkan tubuhnya miring di sisiku. Haris mengambil inisiatif mencium bibirku kembali, yang serta merta kubalas dengan hisapan bernapsu pada lidahnya. Mungkin saat itu gairahku semakin menggelegak akibat tangannya yang mulai beralih dari pahaku ke selangkanganku, meremas-remas vaginaku yang masih terbalut celana dalam itu dengan lembut namun perkasa.

“Mmhhh… Harrissshhh..” desahku di sela-sela ciuman panas kami. Aku agak tidak rela saat tangan kekarnya meninggalkan selangkanganku, namun ia mulai menarik blousku hingga terlepas dari jepitan rokku, lalu ia loloskan dari kepalaku. Buah dada montok yang mengintip menggoda dari BH-ku tak disentuhnya, membuatku semakin penasaran. Ia kembali mencium bibirku, namun kali ini lidahnya mulai berpindah-pindah ke telinga dan leherku, untuk kembali lagi ke bibir dan lidahku. Permainannya yang lembut dan tak tergesa-gesa ini membuatku sangat penasaran dan terpancing menjadi semakin bergairah, sampai akhirnya ia mulai memainkan tangannya meraba-raba dadaku dan sesekali menyelipkan jarinya ke balik BH menggesek-gesek putingku yang saat itu sudah tegak mengacung. Aku sendiri tidak tinggal diam dan mulai melepas kancing bajunya, dan setelah bajunya kulepaskan untuk menyingkap dada bidang dan kekar di depan mataku, ia pun memutuskan untuk mengalihkan godaan lidahnya ke buah dadaku.

Dihisap dan dijilatnya buah dadaku sementara tangannya merogoh ke balik punggungku untuk melepas kait BH-ku. Ia melempar BH-ku ke lantai sambil tidak buang waktu lagi mulai menjilati putingku yang memang sudah menginginkan ini dari tadi. “Ooohhh…” desahku langsung terlontar tak tertahankan begitu lidahnya yang basah dan kasar menggesek putingku yang terasa sangat peka. Terus Haris menjilati dan menghisap dada dan putingku di sela-sela desah dan rintihku yang sangat menikmati gelombang rangsangan demi rangsangan yang semakin lama semakin menggelora ini, sementara tangannya mulai melepas celananya, sehingga kini ia benar-benar telanjang bulat.

Haris melepas putingku lalu bangkit berlutut mengangkangi betisku. Penisnya yang besar dan berotot mengacung dengan bangga. Ia melepas rokku dan membungkukkan badannya menjilati pahaku. Kembali lidahnya yang basah dan kasar menghantarkan setruman birahi hebat yang merebak ke seluruh tubuhku pada setiap sentuhannya di pahaku. Apalagi bila lidahnya menggoda selangkanganku dengan jilatannya yang sesekali melibas pinggiran vaginaku, semili lagi untuk menyentuh bibir vaginaku. Yang bisa kulakukan hanya mendesah dan merintih pasrah melawan gejolak birahi penasaranku yang menginginkan lebih.

Akhirnya, dengan menyibakkan celana dalamku, Haris mengalihkan jilatannya ke bibir vaginaku yang telah begitu basah penuh lendir birahi. “Gggaaahhh.. Harrrissshh.. ohhh..” rintihanku langsung menyertai ledakan kenikmatan yang kurasakan saat lidah Haris melalap vaginaku dari bawah sampai ke atas, menyentuh klitorisku.

“Ohhh.. ohhh.. ngh.. ngh.. ngh.. ohhh..” Aku memajumundurkan pantatku seirama dengan jilatannya pada vaginaku, sementara tanganku mengacak-acak dan menjambak-jambak rambutnya. Lendir gairah mengalir dari vaginaku, diterima oleh lidah dan mulut Haris yang tak henti menjilat dan menghisap vaginaku. Kenikmatan merebak perlahan, berpangkal dari vaginaku ke seluruh tubuhku, membuat pandanganku gelap dan kepalaku terasa melayang. Aku tahu aku hampir mencapai klimaks, padahal masih menginginkan lebih. Mungkin mengetahui itu juga, Haris melepas lidahnya dari vaginaku, dan melepas celana dalamku yang sudah basah kuyup tak karuan. Kini kami sama-sama telanjang bulat. Tubuh kekar Haris berlutut di depanku. Vaginaku panas, basah dan berdenyut-denyut.

Haris membuka kakiku hingga mengangkang semakin lebar, lalu menurunkan pantatnya dan menuntun penisnya ke bibir vaginaku. “Hngk!” kerongkonganku tercekat saat kepala penis Haris menembus vaginaku. Walau telah basah berlendir, tak urung penis Haris yang demikian kekar berotot begitu seret memasuki liang vaginaku yang belum pernah dilewati bayi ini, membuatku menggigit bibir menahan kenikmatan hebat bercampur sedikit rasa sakit. Tanpa terburu-buru, Haris kembali menjilati dan menghisap putingku yang masih mengacung dengan lembut, kadang menggodaku dengan menggesekkan giginya pada putingku, tak sampai menggigitnya, lalu kembali menjilati dan menghisap putingku, membuatku tersihir oleh kenikmatan tiada tara, sementara setengah penisnya bergerak perlahan dan lembut dalam vaginaku. Ia menggerak-gerakkan pantatnya maju mundur dengan perlahan, memancing gairahku semakin bergelora dan lendir birahi semakin banyak meleleh di vaginaku, melicinkan jalan masuk penis berotot ini ke dalam liang kenikmatanku. Lidahnya yang kasar dan basah berpindah-pindah dari satu puting ke puting yang lain, membuat kepalaku terasa semakin melayang didera kenikmatan gairah.

Akhirnya seluruh penis Haris tertelan oleh vaginaku, memberiku kenikmatan hebat, seakan vaginaku dipaksa meregang, mencengkeram otot besar dan keras ini. Melepas putingku, Haris mulai memaju-mundurkan pantatnya perlahan, sementara aku pun mulai membalas dengan gerakan pantat yang maju-mundur dan kadang berputar menyelaraskan gerakan pantatnya, sementara napas kami semakin tersengal-sengal diselingi desah penuh kenikmatan.

“Hhhh.. hhh.. hhh.. Devvvv.. ohhh ..nikmmattthh sahyangghh..”
“Ohhh.. Harrizzz.. hhh.. hhhh.. hhh.. hhhh.. mmm..”

Terus kami saling memberi kenikmatan, sementara lidah Haris kembali menari di putingku yang memang gatal memohon jilatan lidah kasarnya. Aku sendiri hanya bisa menikmati semua itu sambil meremas-remas rambutnya. Rasa kesemutan berdesir dan setruman nikmat yang sempat terhenti kembali merebak perlahan berpusat dari vagina dan putingku, ke seluruh tubuhku hingga ujung jariku. Kenikmatan menggelegak ini merayap begitu perlahan sehingga terasa seakan berjam-jam, walau sebenarnya hanya sekitar 20 menit. Penis Haris semakin cepat dan kasar menggenjot vaginaku dan menggesek-gesek dinding vaginaku yang mencengkeram erat. Hisapan dan jilatannya pada putingku pun semakin cepat dan bernapsu. Aku begitu menikmatinya sampai akhirnya seluruh tubuhku terasa penuh setruman birahi yang intensitasnya perlahan terus bertambah seakan tanpa henti hingga akhirnya seluruh tubuhku terpaksa bergelinjang tanpa bisa kukendalikan saat kenikmatan gairah ini meledak dalam seluruh tubuhku.

“Ngghhh.. nghhh.. nghhhhhh.. Harrrizzzhhhh.. Akkkk!!” pekikanku meledak menyertai gelinjang liar tubuhku dan ledakan kenikmatan klimaks dalam tubuhku, membuat Haris semakin mengendalikan gerakannya yang tadinya cepat dan kasar itu menjadi perlahan dan kembali lembut. Ledakan kenikmatan orgasmeku yang terasa seperti berpuluh-puluh menit itu menyemburkan lendir orgasme dalam vaginaku, sementara Haris dengan menggoda terus menggerakkan penisnya secara sangat perlahan, di mana setiap mili penis Haris menggesek dinding vaginaku, suatu kenikmatan orgasme meledak dalam tubuhku.

Beberapa detik kenikmatan yang terasa seperti puluhan menit itu akhirnya berakhir dengan tubuhku yang terkulai lemas dengan penis Haris masih di dalam vaginaku yang berdenyut-denyut di luar kendaliku. Tanpa tergesa-gesa, Haris mengecup bibir, pipi dan leherku dengan lembut dan mesra, sementara kedua lengan kekarnya memeluk tubuh lemasku dengan erat, membuatku benar-benar merasa aman, terlindung dan sangat disayangi. Ia sama sekali tidak menggerakkan penisnya yang masih besar dan keras di dalam vaginaku. Ia memberiku kesempatan untuk mengatur napasku yang terengah-engah.

Setelah aku kembali “sadar” dari ledakan kenikmatan klimaks yang memabukkan tadi, aku pun mulai membalas ciuman Haris, memancing Haris untuk kembali memainkan lidahnya pada lidahku dan menghisap bibir dan lidahku semakin liar. Gairah Haris yang sempat tertahan tampak semakin terpancing dan ia mulai kembali menggerak-gerakkan pantatnya perlahan-lahan, menggesekkan penisnya pada dinding vaginaku. Respon gerakan pantatku membuatnya semakin liar dan berani melayani gairahnya yang memang tampak sudah mendekati puncak. Genjotan penisnya pada vaginaku semakin cepat, kasar dan liar. Walau sudah tak menikmati rangsangan lagi, hanya menikmati kebersamaan, aku tak merasa disakiti oleh genjotan penis Haris yang semakin bernapsu, semakin cepat, semakin kasar, hingga akhirnya ledakan lendir kental panas muncrat bertubi-tubi di dalam vaginaku.

“Hngk.. ngggghhh.. Devvv..” Haris melenguh menyertai ejakulasi puncaknya yang kubuat semakin nikmat dengan menekan pantatku maju, menancapkan penisnya sedalam-dalamnya di dalam vaginaku, sambil kupeluk tubuhnya erat. Setelah mengejang beberapa detik, tubuh Haris melemas dan ambruk menindih tubuhku. Berat memang, namun Haris menyadari itu dan segera menggulingkan dirinya, rebah di sisiku. Dua tubuh telanjang bermandikan keringat terbaring berdampingan di ranjang, tersungging senyum penuh kepuasan pada bibir kami berdua. Haris memeluk tubuhku dan mengecup pipiku, membuatku merasa semakin nyaman dan puas.

Sekembali Haris ke kantor, aku termenung sendirian di ranjang. Suatu kenyataan yang tadi sama sekali tak terpikir olehku mulai merebak dalam kesadaranku. Aku telah menikmati perbuatan nista dan telah mengkhianati suamiku. Aku mulai merasa berdosa, sementara di lain pihak, aku sangat menikmatinya dan sangat ingin melakukannya lagi.

Hati dan akal sehat terpecah dan menyeretku ke dua arah yang berlawanan. Pergumulan batin terjadi membuatku limbung dalam hidup. Akhirnya kuputuskan untuk menjauhi Haris dan kuminta dia untuk menjauhiku. Kulimpahkan tugasku pada seorang bawahanku, sehingga aku tak perlu terlalu sering bertemu dengan Haris lagi. Setelah beberapa minggu dalam kondisi seperti ini, Haris berhenti bertugas di kantorku. Entah itu keinginannya sendiri atau memang ia dialihtugaskan, aku tidak tahu. Namun hingga kini, pergumulan batin dalam diriku masih terus berlangsung. Aku masih merindukan dan menginginkan sentuhan tangan kekar Haris, sementara di lain pihak aku tetap mencintai dan ingin setia pada suamiku yang begitu baik hati, namun tak bisa memberikan yang telah diberikan Haris padaku.